Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Menteri Keuangan (2013-2014) Chatib Basri mengungkapkan pecahnya perang langsung antara Iran - Israel akan membuat harga minyak mentah mendidih hingga di atas US$140 per barel. Kondisi terburuk ini akan menyebabkan tekanan tambahan kepada APBN.
Sementara itu, jika kondisi perang menggunakan proxy war berlanjut, harga minyak meningkat sekitar US$8 dari kondisi saat ini.
Chatib menyebutkan jika kondisi terburuk di Timur Tengah terjadi, maka akan mendatangkan beban tambahan hingga Rp400 triliun terhadap APBN. Tekanan ini selain kenaikan harga minyak, juga datang dari pelemahan nilai tukar rupiah.
“Setiap kenaikan US$1 harga minyak, defisit kita akan naik Rp5,8 triliun. Kalau naik US$64 dolar, tinggal dikalikan saja,” ungkapnya dalam Grab Business Forum 2024 di Grand Ballroom Kempinski, Jakarta, Selasa (14/6/2024).
Dalam skenario terburuk ini, artinya APBN membutuhkan bantalan tambahan mencapai Rp371,2 triliun untuk membiayai subsidi energi.
Meskipun itu hanya worst case atau kemungkinan terburuk, kata Chatib, namun berpotensi terjadi.
Baca Juga
Berkaca dari 2022, di mana anggaran subsidi dan kompensasi energi jebol dari yang semula direncanakan.
Awalnya pemerintah menargetkan pembayaran subsidi energi senilai Rp152 triliun. Akibat melonjaknya harga minyak hingga 100% dari yang ditargetkan, anggaran subsidi dan kompensasi energi 2022 menembus Rp551,2 triliun.
“Kira-kira bebannya akan naik sebesar itu, itu skenario worst case, kalau sampai itu terjadi, apakah akan terjadi? Kita gak pernah tau, tapi kita harus mempersiapkan untuk yang terburuk,” tuturnya.
Bukan hanya harga minyak yang memberikan tekanan terhadap APBN, namun pelemahan rupiah pun turut berkontribusi terhadap defisit.
Masih dalam skenario terburuk Chatib, apabila rupiah melemah setiap Rp100, akan memberikan efek terhadap defisit senilai Rp3,1 triliun.
Melihat kondisi rupiah saat ini yang berada di kisaran Rp16.000 per dolar AS, artinya terdapat pelemahan sekitar Rp500.
Alhasil, potensi defisit yang diberikan dari kondisi tersebut mencapai Rp15,5 triliun. Fenomena pelemahan rupiah seiring dengan meningkatnya harga minyak, artinya akan berpotensi membuat APBN defisit mencapai Rp386,7 triliun.
Bila membandingkan dengan anggaran dalam APBN, Defisit yang tidak sedikit ini cukup untuk membiayai belanja pemerintah pusat pada 2023 yang senilai Rp347,3 triliun
Perlu diingat, defisit pun bukan hanya berasal dari pelemahan nilai tukar dan kenaikan harga minyak. Angka hampir Rp400 triliun ini pun belum termasuk defisit dari kebutuhan pembiayaan lainnya.
Saat ini, target defisit APBN tahun anggaran 2024 direncanakan sebesar Rp522.825,0 miliar atau sebesar 2,29% terhadap PDB. Tercatat adanya pelebaran defisit sekitar 0,5% untuk APBN 2024 dari rencana sebelumnya.
Terkereknya defisit ini karena pemerintah harus mengeluarkan belanja yang cukup besar pada paruh pertama 2024.