Bisnis.com, BANDUNG – Keberadaan Sungai Citarum tak bisa dijauhkan dari sendi kehidupan masyarakat Jawa Barat. Sungai purba yang membentang sekitar 300 kilometer ini berkait kelindan dengan aktivitas sentral masyarakat Tatar Pasundan, antara lain pertanian, perikanan, hingga perindustrian.
Apabila ditilik ke belakang, Sungai Citarum sempat menuai sorotan masyarakat internasional pada pertengahan dekade lalu. Predikat sebagai salah satu sungai terkotor di dunia pun terpaksa disematkan pada sungai yang melintasi 13 kabupaten/kota di Jawa Barat tersebut.
Tak ayal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemudian mengambil langkah bersih-bersih dengan meluncurkan program Citarum Harum. Keputusan itu dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.15/2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum.
Dengan arahan pemerintah pusat, satuan tugas (satgas) Citarum Harum ini digawangi oleh Gubernur Jabar, Panglima Kodam III/Siliwangi, hingga Kapolda Jabar. Lebih lanjut, penanganan dibagi menjadi 23 sektor yang mencakup seluruh aliran Sungai Citarum, dipimpin oleh seorang komandan TNI berpangkat kolonel.
Sekian tahun berjalan, keberadaan program Citarum Harum dinilai membuahkan hasil. Komandan Sektor 1 Satgas Citarum Harum, Kolonel Rudi Priyanto, mengatakan bahwa kondisi Sungai Citarum kini jauh lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Selama 6 tahun ini hasilnya cukup maksimal. Progresnya juga ada, dan tolok ukurnya adalah dari IKA itu, Indeks Kualitas Air [yang membaik],” kata Rudi kepada Tim Bisnis Indonesia Jelajah Tirta Nusantara 2024 di Markas Kodam III/Siliwangi, Kota Bandung, Senin (13/5/2024).
Baca Juga
Dia menjelaskan, Sektor 1 merupakan kawasan hulu Citarum yang ditandai oleh keberadaan Situ Cisanti, danau buatan yang menampung tujuh mata air utama Sungai Citarum. Oleh Satgas setempat, danau dan aliran sungai yang terletak di Kecamatan Kertasari itu secara rutin dibersihkan dari material sampah dan dijaga kelestariannya.
Rudi membeberkan, sebelum program Citarum Harum diluncurkan, kondisi Situ Cisanti cenderung tak terawat bak rawa-rawa. Padahal, danau tersebut menyimpan potensi pariwisata karena lanskap alamnya.
“Kita bersihkan Situ Cisanti karena itu merupakan hulu dari Sungai Citarum. Dibersihkan, dikeruk, sehingga sekarang sudah menjadi salah satu tempat wisata paling menarik, khususnya di wilayah Bandung,” imbuhnya.
Selain itu, pihaknya juga menggalakkan berbagai langkah preventif seperti pencegahan pencemaran kotoran ternak, penebangan ilegal, hingga melakukan penghijauan. Menurutnya, penanaman pohon difokuskan pada wilayah DAS dan bantaran sungai yang dinilai kritis karena minim vegetasi.
Adapun, penanganan pada sektor lainnya dilakukan berdasarkan topografi dan kebutuhan wilayah setempat. Rudi mencontohkan, Satgas Citarum Harum melakukan penanganan sedimentasi khususnya di daerah hilir, demi meminimalisir terjadinya banjir yang merugikan masyarakat sekitar.
Upaya Belum Tuntas
Rudi menyebut bahwa upaya menjaga lingkungan Sungai Citarum belum tuntas. Jika ditakar dari segi persentase, dia memperkirakan bahwa progres capaian Citarum Harum baru mencapai kisaran 70%.
Tantangan terberat, menurutnya, justru mengubah pola pikir masyarakat dari membuang sampah sembarangan menjadi mengolah sampah tersebut. Upaya ini dilakukan Satgas Citarum Harum melalui edukasi dan sosialisasi.
“Bagaimana tingkat sampah kalau bisa itu nol di masing-masing wilayah. Sehingga tidak ada penumpukan lagi di TPS maupun TPA. Agar air yang jadi hajat hidup orang banyak ini tetap terjaga,” ujarnya.
Terlepas dari program Citarum Harum yang segera memasuki tahun terakhir sesuai Perpres No. 15/2018 pada 2025 mendatang, pihaknya berharap agar pola pikir menjaga kelestarian bisa tertanam dalam masyarakat.
Pasalnya, menurut Rudi, terdapat peluang bahwa Satgas Citarum Harum khususnya personel TNI akan beralih peran menjadi naradamping masyarakat dalam menjaga Sungai Citarum di masa mendatang.
“Harapan kami adalah program ini tetap berjalan. Walaupun mungkin konsepnya berbeda atau namanya berbeda, tapi harapan kita apa yang sudah kita laksanakan ini tidak sia-sia,” jelasnya.
Harapan Masyarakat
Menurut Rudi, peran masyarakat tak bisa dikesampingkan dalam upaya menjaga kawasan Sungai Citarum. Kondisi sosial dan perekonomian masyarakat kerap kali dipengaruhi kondisi lingkungan dari sungai tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Asa agar dampak positif program Citarum Harum berlanjut turut disuarakan Ajang (52), pengusaha kuliner yang bertempat di Kecamatan Pacet, Kabupaten Bandung. Permukimannya masih termasuk dalam wilayah hulu Citarum, tepatnya Sektor 2 Citarum Harum.
“Pengin diteruskan agar kondisi Citarum bagus. Kalau enggak ada [Citarum Harum] itu kurang aman, apalagi soal sampah,” katanya saat ditemui Tim Bisnis Indonesia Jelajah Tirta Nusantara 2024, Minggu (12/5/2024).
Dia menjelaskan, sebelum adanya program Citarum Harum, sejumlah masyarakat kerap kali membuang sampah secara sembarangan ke Sungai Citarum, terutama di depan rumah makannya yang berbatasan langsung dengan aliran sungai. Sampah tersebut didominasi sampah rumah tangga hingga ampas yang berasal dari pasar tradisional sekitar.
Menurut Ajang, jika hal tersebut tak mendapatkan pengendalian, maka dapat dipastikan bahwa usahanya akan terpengaruh langsung. Itu sebabnya, dia berharap agar program Citarum Harum, terutama pengendalian sampah, dapat dilanjutkan.
Lain halnya dengan Yayat Supriatna, tokoh masyarakat Desa Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung. Wilayahnya yang termasuk dalam Sektor 7 cenderung merasakan dampak program Citarum Harum dari segi pengendalian banjir.
Menurut keterangannya, topografi Desa Dayeuhkolot dikategorikan sebagai titik rawan banjir karena berupa cekungan yang menerima arus air dari berbagai aliran sungai, salah satunya Citarum. Program Citarum Harum yang dibarengi dengan sejumlah proyek konstruksi air disebutnya cukup mengurangi genangan air yang kerap melanda Dayeuhkolot
“Dengan adanya pembangunan floodway, sodetan, ada juga dua kolam retensi besar di Andir dan Cieunteung, serta polder-polder kecil di wilayah, ini sangat-sangat membantu. Sepertinya rumah kami yang tadinya sering tergenang, sekarang alhamdulillah [berkurang],” katanya kepada Tim Bisnis Indonesia Jelajah Tirta Nusantara 2024 di Taman Sektor 7 Citarum, Dayeuhkolot, Sabtu (11/5/2024).
Kendati demikian, pihaknya berharap agar pemerintah dapat melengkapi konstruksi penanganan banjir di Dayeuhkolot dengan membangun kolam retensi. Pasalnya, dua polder yang ada di desa tersebut, yaitu polder Cipalasari 1 dan Cipalasari 2, dinilai sulit menampung luapan ketika curah hujan tinggi.
“Jadi kami berharap terhadap pemerintah terkait untuk mengevaluasi keberadaan drainase-drainase yang ada di wilayah Dayeuhkolot,” pungkasnya.