Bisnis.com, GUNUNG KIDUL – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyoroti tingkat korupsi atau penyelewengan dana desa yang cenderung mengalami peningkatan. Kemenkeu pun memberi peringatakan bahwa desa yang melakukan korupsi tak akan mendapat insentif dana desa.
“Itu adalah salah satu ekses negatif dana desa, itu menjadi PR bersama bagaimana kemudian ekses negatif ini bisa berkurang,” kata Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kemenkeu Jaka Sucipta dalam acara Press Tour Kemenkeu, Rabu (1/4/2024).
Dia mengatakan salah satu upaya yang dilakukan Kemenkeu untuk mengurangi ekses negatif tersebut adalah menghentikan penyaluran dana desa ke desa yang kepala desa atau perangkat desanya menjadi tersangka kasus korupsi.
“Kami hentikan dana desanya sampai ditunjuk Plt. atau penggantinya yang baru, karena kami lingkupnya hanya di penglokasian dan penyaluran,” jelasnya.
Selain itu, Kemenkeu juga tidak menyertakan desa tersebut dalam kompetisi insentif desa.
“Desa yang ada korupsi, tidak boleh ikut dalam kompetisi untuk mendapatkan insentif desa, jadi salah satu kriteria insentif desa tidak ada korupsi”.
Baca Juga
Lebih lanjut, Jaka menyampaikan bahwa Kemenkeu juga melakukan sejumlah upaya lainnya dalam mendorong pengelolaan dana desa menjadi lebih baik.
Pertama, DJPK berkolaborasi dengan kampus, memberikan pelatihan pengelolaan dana desa dan pemanfaatan potensi desa melalui program Kepala Desa masuk Kampus.
Pada 2023, DJPK bekerja sama dengan tiga universitas dengan target output 300 desa, diantaranya dengan Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Bangka Belitung, dan Universitas Tanjungpura.
Sementara pada 2024, DJPK bekerja sama dengan Universitas Jember, Universitas Udayana, Universitas Mulawarman, dengan target output pelatihan kepada 300 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).