Bisnis.com, JAKARTA - Bea Cukai akhirnya menyerahkan hibah alat belajar yang dikirim dari Korea Selatan untuk Sekolah Luar Biasa (SLB) yang sempat tertahan sejak Desember 2022. Adapun alat belajar tersebut berupa 20 unit keyboard braille untuk penyandang tuna netra telah dibebaskan pajak masuk.
Dirjen Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, Askolani menjelaskan kronologi tertahannya barang hibah untuk SLB tersebut selama hampir dua tahun. Menurutnya, saat pertama kali keyboard tersebut tiba di Indonesia melalui fasilitas Perusahaan Jasa Titip (PJT) DHL Express memiliki status sebagai barang kiriman pada umumnya.
Askolani mengaku pihaknya tidak pernah diinfokan bahwa keyboard braille asal Korea Selatan itu sebagai barang hibah untuk kebutuhan pendidikan di SLB kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Alhasil, selama hampir dua tahun, keyboard braille hibah itu mandek di gudang DHL tanpa proses lebih lanjut oleh importir karena terkait dengan pajak bea masuk yang dikenakan Bea Cukai.
"Masuk ke kita [sistem] sebagai barang kiriman, sehingga kemudian kita kasih sesuai barang kiriman ada pentarifan yang juga ditetapkan. Kita hitung," ujar Askolani di DHL Express Service Point di kawasan Bandara Soekarno-Hatta, Senin (29/4/2024).
Kemudian, pada 2023, Askolani mengatakan bahwa komunikasi ihwal dokumentasi hanya terjadi antara importir dengan pihak DHL. Sementara Bea Cukai, baru mengetahui bahwa barang tersebut sebagai barang hibah dari kabar yang viral di media sosial pada April 2024.
Baca Juga
"Dari situ kemudian kami cek dengan DHL, dan SLB, rupanya baru terbuka bahwa barang itu bukan barang kiriman, tapi barang hibah," jelasnya.
Setelah mengetahui status barang tersebut sebagai hibah, Bea Cukai kemudian melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk memastikan adanya kegiatan mengajar Braille di SLB tersebut. Adapun SLB yang dimaksud adalah SLB - A Pembina Tingkat Nasional Jakarta.
Askolani menjelaskan, barang hibah untuk kepentingan sosial dan pendidikan tidak dikenakan bea masuk maupun pajak. Bahkan, dia mengklaim pihaknya kerap menangani kiriman barang hibah dari berbagai yayasan untuk kebutuhan sosial.
Kasus tersebut, kata Askolani, hanya disebabkan persoalan komunikasi yang tidak berjalan dengan baik antar pihak, mulai dari Bea Cukai, DHL dan importir ihwal status hibah barang yang dikirim.
"Kami tetapkan bahwa ini seusai dengan ketentuan pemerintah dibebaskan bea masuk. Ini bukan hal pertama yang kami hadapi, cuma ini masalah tidak terkomunikasi dengan baik," jelasnya.
Sementara itu, Senior Technical Advisor DHL Express Indonesia, Ahmad Muhamad mengakui, pihaknya akan mempelajari lebih lanjut ihwal ketentuan barang kiriman yang berstatus hibah. Atas kejadian itu, diakui bakal menjadi lesson learn bagi korporasi untuk lebih baik menangani kiriman barang hibah.
"Itu adalah satu hal menarik bagi kami, kalau masukan hibah itu ada pengecualian, itu satu hal yang akan kita dalami dengan Bea Cukai, InsyaAllah akan lebih lancar ke depan kalau ada isu begitu," tutur Ahmad.