Bisnis.com, JAKARTA – Manajer Riset dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar melihat target rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) atau tax ratio sebesar 12% pada 2025 cukuplah berat.
Fajry melihat sasaran ini menjadi tantangan besar bagi pemerintahan selanjutnya yang akan dinahkodai oleh Prabowo Subianto. Pasalnya, dalam satu dekade terakhir (2014 - 2024), tax ratio Indonesia belum pernah menembus angka 12%.
“Bahkan dalam lima tahun terakhir, tax ratio kita belum pernah melampaui angka 11%,” ujarnya, dikutip Selasa (23/4/2024).
Faktanya, selama pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), rata-rata tax ratio sepanjang 2015 hingga 2023 hanya sebesar 9,89% terhadap PDB.
Terakhir kali rasio pajak menyentuh angka 11% terjadi pada 2013 atau masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yakni sebesar 11,29% terhadap PDB.
Lebih lanjut, Fajry menjelaskan pada dasarnya tax ratio ditentukan tiga hal, yakni regulasi/kebijakan, institusi, dan ekonomi.
Baca Juga
“Untuk regulasi dan institusi, saya melihat terus mengalami seperti adanya UU HPP lalu ada core tax system. Untuk itu, saya melihat tantangannya dari sisi ekonomi,” tuturnya.
Menurutnya, isu deindustrialisasi masih menjadi tantangan bagi peningkatan tax ratio mengingat kontributor utama dari penerimaan pajak adalah sektor pengolahan.
Masih terkait, jika deindustrialisasi terjadi beralih ke sektor non-formal, tentu ini menjadi tantangan. Mengingat sektor ini merupakan sektor yang sulit untuk diadministrasikan pajaknya.
Fajry menuturkan bahwa deindustrialisasi pula yang menyebabkan tax ratio di era orde baru bisa lebih tinggi dibandingkan era reformasi.
Dirinya berpesan dalam masa transisi pemerintahan ini, untuk mendapatkan kredibilitas dari masyarakat, khususnya para pembayar pajak besar, yakni pengusaha.
“Untuk itu, menurut saya, capres terpilih perlu menjalin hubungan baik dengan pelaku usaha, terus membuka saluran komunikasi antara pengusaha dan pemerintah,” jelasnya.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) melalui Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 mencatatkan strategi untuk mencapai target 12%.
Baik melalui pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara hingga ekstensifikasi pajak orang kaya.
Pertama, pembenahan kelembagaan perpajakan melalui pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara untuk meningkatkan tax ratio sehingga APBN dapat menyediakan ruang belanja yang memadai bagi pelaksanaan pembangunan dalam rangka mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.
Kedua, percepatan implementasi core tax system dengan mengoptimalkan pengelolaan data yang berbasis risiko dan interoperabilitas data.
Ketiga, mendorong sistem perpajakan lebih compatible dengan struktur perekonomian.
Keempat, penguatan kegiatan ekstensifikasi pajak dan pengawasan atas Wajib Pajak High Wealth Individual, penegakan hukum yang berkeadilan melalui optimalisasi pengungkapan ketidakbenaran perbuatan dan pemanfaatan kegiatan digital forensic.
Kelima, penajaman tax incentive tepat sasaran untuk mendorong sektor prioritas seperti pertanian, manufakur, pariwisata, dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).