Bisnis.com, JAKARTA –– Neraca perdagangan Indonesia selama Maret 2024 diramal mampu surplus US$1,63 miliar seiring membaiknya ekonomi China dan kondisi musiman Ramadan dan menjelang Idulfitri. Neraca perdagangan Indonesia untuk periode Maret akan diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin (22/4/2024).
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede melihat surplus tersebut berasal dari kinerja ekspor yang membaik dan diproyeksikan tumbuh 8,05% secara bulanan (month-to-month/mtm). Peningkatan laju bulanan ekspor utamanya didorong oleh akselerasi ekonomi China, yang merupakan mitra dagang terbesar Indonesia, setelah liburan panjang Tahun Baru Imlek pada Februari lalu.
“Permintaan dari Tiongkok diperkirakan akan membaik, sebagaimana dibuktikan oleh peningkatan impor Tiongkok dari Indonesia sebesar 9,65% mtm di bulan Maret 2024,” jelasnya, dikutip Minggu (21/4/2024).
Di sisi lain, Josua juga menyampaikan harga komoditas utama Indonesia, yakni minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) meningkat selama Ramadan karena lonjakan permintaan domestik dari negara-negara pengekspor utama.
Sementara untuk perdagangan impor secara bulanan, diperkirakan turut menguat dengan tumbuh 4,28% (mtm) karena melonjaknya permintaan barang selama Ramadan dan menjelang Idulfitri.
Selain itu, harga minyak global naik pada Maret, didorong oleh permintaan global yang relatif lebih kuat dibandingkan dengan yang diantisipasi sebelumnya.
Baca Juga
Secara umum, Josua menuturkan surplus yang memang lebih tinggi dari capaian Februari ini, masih lebih rendah dari rata-rata tiga tahun terakhir di angka US$3,5 miliar.
“Tren penurunan surplus ini terutama disebabkan oleh normalisasi harga komoditas yang sedang berlangsung,” lanjutnya.
Untuk transaksi berjalan, Josua memperkirakan masih defisit namun terkendali dengan dengan pelebaran moderat dari -0,11% dari PDB pada 2023 menjadi -0,70% dari PDB.
Hal ini berangkat dari beberapa faktor, termasuk normalisasi harga komoditas secara bertahap, permintaan domestik yang kuat seiring dengan prospek ekonomi Indonesia yang positif, dan potensi dampak meningkatnya ketidakpastian global terhadap permintaan secara keseluruhan.
Pada Februari 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus US$0,87 miliar terutama berasal dari sektor nonmigas US$2,63 miliar, namun tereduksi oleh defisit sektor migas senilai US$1,76 miliar. Angka ini lebih rendah dari surplus Januari yang mencapai US$1,99 miliar.