Bisnis.com, JAKARTA – Volatilitas yang tinggi pada perekonomian global masih menjadi momok dalam Spring Meetings International Monetary Fund-World Bank (IMF-WB) 2024.
Pertemuan tahunan yang berlangsung di Washington DC, Amerika Serikat itu, juga bersamaan dengan pertemuan para Menteri keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara G20, yang dalam agendanya akan membahas update mengenai permasalahan yang tengah dihadapi global.
Dengan guncangan yang terjadi, terutama memanasnya tensi geopolitik dan ancaman inflasi yang belum berakhir, ketahanan negara-negara dunia akan kembali diuji.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa salah satu isu yang akan disoroti yaitu ketidakpastian yang semakin tinggi terkait perekonomian global, regional, maupun nasional, akibat dari meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
“Dampaknya sangat besar bagi perekonomian global, baik dari sisi harga komoditas, nilai tukar, tingkat inflasi, hingga suku bunga global,” katanya, dikutip pada Jumat (19/4/2024).
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva pada Spring Meetings menyampaikan bahwa ekonomi funia diperkirakan tumbuh lebih tinggi, yaitu sebesar 3,2%. Namjun, dia mengingatkan bahwa perang dan guncangan geopolitik tetap menjadi risiko yang dapat mengganggu pertumbuhan ke depan.
Baca Juga
“Kami telah sedikit meningkatkan perkiraan kami untuk tahun ini menjadi 3,2%. Namun, ada banyak hal yang perlu dikhawatirkan,” katanya.
Dia menyampaikan bahwa laju inflasi yang melandai, tetapi tetap tinggi perlu terus diantisipasi. Di Amerika Serikat utamanya, penurunan inflasi diperkirakan membutuhkan waktu yang lebih lama, seiring dengan menguatnya kinerja perekonomian di negara itu.
Kristalina mengatakan upaya untuk menurunkan inflasi diperkirakan lebih lama dan mempengaruhi prospek pertumbuhan jangka menengah, yang diperkirakan sekitar 3%, yang terendah dalam beberapa dekade terakhir.
Tantangan lainnya, perekonomian dunia menghadapi perlambatan produktivitas secara luas dan meningkatnya divergensi atau ketimpangan di seluruh kelompok negara, di mana negara-negara yang lebih miskin semakin tertinggal.
Dia mengingatkan, pengendalian dari sisi fiskal pun semakin penting, mengingat kapasitas fiskal banyak negara semakin sempit akibat penggelontoran anggaran yang besar-besaran untuk pemulihan ekonomi. Penggunaan instrumen fiskal saat ini juga semakin mahal karena meningkatnya suku bunga.
“Di dunia di mana krisis terus berdatangan. Negara-negara harus segera membangun ketahanan fiskal untuk bersiap menghadapi guncangan berikutnya,” tuturnya.
Terkait upaya menurunkan ketidakpastian global, Kristalina pada kesempatan tersebut juga mendesak negara-negara untuk mengakhiri konflik di Ukraina dan Timur Tengah dan berfokus pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Izinkan saya mengatakan ini. Cara terbaik untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menghentikan perang,” kiata dia.
Antisipasi Gejolak Nilai Tukar
Mengantisipasi gejolak di pasar mata uang, IMF pun merekomendasikan agar bank sentral, terutama bank sentral Asia untuk tidak terlalu mengikuti langkah the Fed dalam menetapkan kebijakan.
Pelemahan signifikan yang dialami mata uang negara Asia dalam beberapa pekan terakhir, terutama dipengaruhi oleh penguatan dolar AS seiring dengan surutnya ekspektasi pemangkasan suku bunga jangka pendek oleh the Fed, bank sentral AS.
Melansir Reuters, Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF Krishna Srinivasan menyampaikan bahwa bahwa suku bunga AS memiliki dampak yang kuat dan langsung terhadap kondisi keuangan Asia dan nilai tukar.
"Ekspektasi mengenai pelonggaran The Fed telah berfluktuasi dalam beberapa bulan terakhir, didorong oleh faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan kebutuhan stabilitas harga di Asia," kata dia.
Pelemahan mata uang yang digerakkan oleh the Fed belakangan ini semakin mempersulit arah kebijakan beberapa bank sentral Asia.
Oleh karenanya, IMF merekomendasikan kepada bank-bank sentral Asia untuk fokus pada inflasi domestik dan menghindari membuat keputusan atau kebijakan yang terlalu bergantung pada langkah the Fed.
"Jika bank-bank sentral mengikuti the Fed terlalu dekat, hal ini dapat mengganggu stabilitas harga di negara mereka sendiri,” katanya.
Pada sidang IMF-World Bank, Kamis (18/4/2024), Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo juga menyampaikan bahwa upaya mendukung stabilitas rupiah akan terus terus dilakukan.
Dia menegaskan, stabilitas rupiah akan tetap terjaga melalui intervensi, sejalan dengan fundamental perekonomian Indonesia yang kuat.
“Kami terus memastikan stabilitas Rupiah tetap terjaga dengan intervensi valuta asing dan langkah-langkah lain yang diperlukan,” kata dia.
Perry menegaskan, ekonomi Indonesia termasuk salah satu negara emerging markets yang kuat dalam menghadapi dampak rambatan global akibat ketidakpastian penurunan suku bunga the Fed. Hal ini juga ditopang oleh kebijakan moneter dan fiskal yang prudent dan terkoordinasi erat.
Dia memastikan, pengelolaan aliran portfolio asing yang ramah pasar, termasuk operası moneter yang pro-market dan terintegrasi dengan pendalaman pasar uang, akan mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia.