Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah meminta pemerintah untuk melakukan sejumlah langkah strategis untuk mengantisipasi dampak dari memanasnya konflik antara Iran dan Israel.
Pertama, menurutnya pemerintah harus melakukan upaya diplomatik,melalui lembaga internasional, baik di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) maupun Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk mendorong gencatan senjata kedua negara, sejalan dengan mencari upaya damai perang antara Israel dan Palestina.
Kedua, mengamankan pasokan minyak bumi untuk kebutuhan di dalam negeri. Pasalnya, Indonesia bergantung dari impor minyak mentah dan hasil minyak rata rata 3,5 juta ton per bulan.
“Jika perang masih berlanjut, jalur suplai minyak bumi melalui Selat Hormuz akan terganggu. Apalagi Iran termasuk 10 negara terbesar dunia yang memproduksi minyak buminya hingga 3,45 juta barel per hari. Dampak kenaikan harga minyak dunia akan menjadi beban besar bagi APBN kita,” katanya melalui keterangan resmi, Rabu (17/4/2024).
Ketiga, mempersiapkan kesiapan APBN menghadapi tekanan eksternal imbas dari kenaikan harga minyak dan depresiasi dolar AS terhadap rupiah.
Pasalnya, Said menjelaskan, setiap rupiah yang melemah sebesar Rp500 dan harga minyak naik US$ 10 per barel, maka anggaran subsidi atau kompensasi berpotensi meningkat Rp100 triliun. Sementara itu, APBN 2024 mematok rupiah pada level Rp15.000 per dolar AS dan ICP US$82 per barel.
Baca Juga
Keempat, yaitu memastikan ketersediaan dolar AS bagi para importir komoditas strategis, seperti bahan pangan, dan minyak bumi, sekurang kurangnya enam bulan ke depan, untuk memastikan efektivitas lindung nilai.
“Termasuk proaktif untuk mengembangkan skema pembayaran lebih variatif untuk menggantikan dolar AS, dengan terus mengembangkan local currency settlement, terutama pada pembayaran komoditas strategis di sektor pangan dan energi,” jelasnya.
Kelima, Said menambahkan, pemerintah harus memastikan kemampuan membayar Surat Berharga Negara (SBN) dan utang luar negeri yang berdenominasi dolar AS, mengingat tren depresiasi rupiah terhadap dolar AS dari batas rata rata yang ditetapkan di APBN 2024.