Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut peminat pengganti Zarubezhneft di Blok Tuna, lepas pantai Natuna Timur sudah mengerucut.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen MIgas) ESDM Tutuka Ariadji mengatakan bahwa sampai saat ini blok Tuna masih dalam evaluasi untuk menentukan pengganti perusahaan asal Rusia.
Saat ini, kata Tutuka peminat yang ingin meneruskan proyek di Blok Tuna sudah menjadi 3 perusahaan.
“Ini (Blok Tuna) masih evaluasi nanti kita masih evaluasi. Sekarang sudah 3 (peminat Blok Tuna) saya kira ya,” kata Tutuka saat ditemui di Kementerian ESDM, Selasa (17/4/2024).
Tutuka menyampaikan bahwa pihaknya menargetkan untuk penyelesaian pengganti ZN di Blok Tuna masih menunggu 2 bulan kedepan.
Terkait saham ZN yang berada di Blok Tuna, nantinya saham tersebut bakal dijual ke perusahaan baru yang akan mengelola Blok Tuna.
Baca Juga
“Iya (dijual ke perusahaan baru), ZN sudah wiling itu cuma kan cari bisnis yang tepat harga dan sebagainya harus tepat,” ujarnya.
Adapun, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menargetkan divestasi atau pengganti Zarubezhneft di Blok Tuna, lepas pantai Natuna Timur, bisa diputuskan tahun ini.
Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf mengatakan sejumlah perusahaan sudah menunjukaan minat mereka untuk menggantikan posisi BUMN Rusia itu.
Nanang berharap proses divestasi dapat segera diputuskan untuk melanjutkan proyek Blok Tuna yang saat ini tersendat akibat sanksi Inggris dan Uni Eropa.
“Sebenarnya sudah banyak [yang minat] cuma butuh proses dan nanti semisal ada pergantian pemegang hak partisipasi dari Zarubezhneft bisa dimulai,” kata Nanang saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (3/1/2024
Adapun, Blok Tuna diperkirakan memiliki potensi gas di kisaran 100 hingga 150 million standard cubic feet per day (MMscfd).
Investasi pengembangan lapangan hingga tahap operasional ditaksir mencapai US$3,07 miliar atau setara dengan Rp45,4 triliun. Perkiraan biaya investasi untuk pengembangan Lapangan Tuna terdiri atas investasi (di luar sunk cost) sebesar US$1,05 miliar, investasi terkait biaya operasi sampai dengan economic limit sebesar US$2,02 miliar, dan biaya abandonment and site restoration (ASR) sebesar US$147,59 juta.
Untuk mendorong keekonomian, pemerintah memberikan beberapa insentif dengan asumsi masa produksi sampai 2035 atau 11 tahun mendatang. Pemerintah mengambil bagian gross revenue sebesar US$1,24 miliar atau setara dengan Rp18,4 triliun.
Adapun, kontraktor gross revenue sebesar US$773 juta atau setara dengan Rp11,4 triliun dengan biaya cost recovery mencapai US$3,315 miliar. Rencananya hasil produksi gas dari Lapangan Tuna bakal diekspor ke Vietnam pada 2026.