Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar mengungkapkan dampak yang dihasilkan dari konflik Iran vs Israel terhadap peningkatan harga minyak.
Arcandra menyebut bahwa hubungan konflik suatu negara dengan harga energi bukanlah hal yang baru, karena hal itu pernah terjadi beberapa tahun lalu.
"Peristiwa ini sudah ada sebelumnya, di mana tahun 70an - 80an pun terjadi krisis energi karena terganggunya suplai. Jadi dari tahun-tahun sebelumnya kita juga sudah memahami bahwa ini akan terjadi selalu," kata Archadra saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (16/4/2024).
Arcandra menyampaikan, saat ini berbagai negara sudah tidak membicarakan dampak dari konflik terhadap harga energi. Namun, setiap negara mulai memikirkan bagaimana cara untuk mengantisipasi dampak konflik yang terjadi.
Selain itu, Arcandra menyebut bahwa konflik di Timur Tengah bakal membuka peluang terhadap kenaikan harga minyak. Sebab, wilayah Timur Tengah merupakan salah satu eksportir terbesar minyak mentah dunia.
"Nah sekarang terjadinya peristiwa konflik ini ada kemungkinan naik? Ada," ujarnya.
Baca Juga
Di tempat yang sama, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji, mengingatkan bakal terjadi kenaikan harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) buntut serangan Iran terhadap Israel. Dirinya memprediksi harga ICP bisa tembus ke level US$100 per barel.
Tutuka menjelaskan ketegangan geopolitik dapat semakin memperkeruh rantai pasok. Apalagi, Indonesia merupakan importir minyak mentah.
Sebagaimana diketahui, konflik di Timur Tengah memanas usai Iran melancarkan serangan ke Israel. Iran menyebut serangan tersebut sebagai aksi 'bela diri' dari serangan Israel terhadap kompleks kedutaannya di Suriah pada 1 April 2024 lalu yang menewaskan para komandan Garda Revolusi.
Tensi panas kedua negara juga menyusul berbulan-bulan bentrokan antara Israel dan sekutu-sekutu regional Iran, yang dipicu oleh perang di Gaza.
Namun, serangan Iran ke Israel yang mengirimkan lebih dari 300 rudal dan pesawat tak berawak itu hanya menyebabkan kerusakan kecil di Israel. Pasalnya, sebagian besar rudal ditembak jatuh oleh sistem pertahanan Iron Dome Israel dan dengan bantuan dari Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Yordania.