Bisnis, JAKARTA—Pasca masa tugasnya diperpanjang, Satgas BLBI kembali melakukan penyitaan serta penguasaan fisik barang jaminan terkait debitur/obligor eks BLBI.
Aksi Satgas BLBI hinga pemulihan kinerja TINS usai kasus korupsi Timah menjadi berita pilihan editor BisnisIndonesia.id yang terangkum dalam Top 5 News edisi Rabu (3/4/2024). Berikut selengkapnya:
1.Satgas BLBI Beraksi! Sita Aset Dari Awal Tahun
Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) mulai bekerja keras pada awal tahun ini setelah masa tugasnya diperpanjang hingga Desember 2024.
Satgas BLBI baru saja kembali melakukan penyitaan serta penguasaan fisik barang jaminan terkait debitur/obligor eks BLBI. Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban melaporkan penyitaan dan penguasaan fisik kali ini mencatatkan estimasi senilai Rp257 miliar atas empat aset. Sementara penguasaan fisik atas dua barang jaminan.
Penguasaan dilakukan dengan pemasangan plang atas Aset Properti eks BLBI di beberapa wilayah di Indonesia yang bertujuan untuk penyelesaian dan pemulihan hak negara dari dana BLBI oleh Satgas BLBI.
“Hal ini guna pengembalian hak tagih kepada negara dengan upaya penagihan obligor/debitur dan penanganan aset properti yang dilakukan secara bertahap dan terukur,” ujar Rionald dalam keterangan resmi, Senin (1/4/2024).
Secara perinci, penyitaan dilakukan barang jaminan debitur atas nama Lanny Trisnawaty Suyatno eks Bank Central Dagang berupa satu unit bangunan dan tanah seluas 364 m2 yang terletak di Jl. Alam Asri I Nomor 8, Kelurahan Pondok Pinang, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
2.Tarif Cukai Rokok Naik Tak Efektif, Marak Rokok Ilegal dan Murah
Penerapan kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang terlalu tinggi setiap tahunya memicu berbagai polemik baru, salah satunya yaitu perpindahan konsumsi ke rokok murah hingga rokok ilegal.
Tidak hanya itu, besaran kenaikan tarif CHT secara terus-menerus juga dinilai menjadi penyebab merosotnya realisasi penerimaan negara dari CHT hingga 2,35% (YoY) atau senilai Rp213,48 triliun pada tahun 2023.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, Adik Dwi Putranto, turut menyoroti kinerja fungsi cukai yang tidak tercapai sebagai sumber penerimaan negara serta pengendalian konsumsi.
Realisasi penerimaan cukai rokok justru berkurang, sementara angka prevalensi perokok tak kunjung turun. Kebijakan kenaikan CHT di tahun 2023-2024 juga dinilai tidak mampu membendung maraknya perpindahan konsumsi ke rokok murah dan rokok ilegal.
“Permasalahannya kalau rokok ilegal dengan harga Rp15 ribu itu semuanya masuk ke perusahaan, sedangkan rokok legal yang masuk ke perusahaan hanya 25%, selebihnya masuk ke negara berupa cukai. Berarti apabila rokok legal dengan harga Rp35 ribu maka hanya sekitar Rp8-9 ribu yang masuk ke perusahaan untuk biaya produksi, karyawan, dan keuntungan. Ya, pasti kalah kalau (yang legal) mau melawan yang ilegal," ungkapnya, dikutip Selasa (2/4/2024).
Adik menambahkan pemerintah harus lebih serius dalam menutup usaha rokok ilegal untuk meningkatkan penerimaan negara. Sebab, angka kerugian negara dari usaha ilegal, termasuk rokok ilegal, jumlahnya sudah sangat tinggi sekali untuk dapat ditambal oleh negara. Selain itu, Adik juga menegaskan angka kenaikan cukai idealnya single digit.
3.Balap PLN dan Pertamina Menyongsong Era Baru Bahan Bakar Hidrogen
Hidrogen diyakini bakal menjadi salah satu alternatif energi ramah lingkungan yang paling menjanjikan di masa depan, sejalan dengan komitmen dunia untuk melakukan transisi energi demi mengejar target dekarbonisasi.
Permintaan dunia terhadap salah satu sumber energi terbarukan itu diproyeksikan terus meningkat, terutama untuk sektor industri dan transportasi. Di sisi lain, Indonesia memiliki modal kuat untuk pengembangan hidrogen dengan melimpahnya potensi sumber daya energi baru terbarukan di Tanah Air. Indonesia bahkan berpotensi menjadi hub hidrogen global.
Dengan posisi strategis Indonesia sebagai negara maritim, hidrogen dan amonia berpotensi diperdagangkan di pasar regional dan internasional. Wajar jika badan usaha milik negara seperti PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) berlomba-lomba mengembangkan ekosistem hidrogen di Tanah Air.
Ditambah lagi, pemerintah juga kian serius menggarap pemanfaatan hidrogen dalam proses transisi menuju nol emisi karbon. Saat ini, hidrogen telah masuk dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) sebagai jenis energi baru.
Sejalan dengan itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mempersiapkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 14/2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk mendorong pembelian listrik dari pembangkit listrik tenaga hidrogen.
Dalam rancangan strategi hidrogen nasional, pemerintah menetapkan tiga pilar pengembangan hidrogen nasional. Pertama, Indonesia akan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil untuk menjamin kedaulatan dan ketahanan energi. Kedua, Indonesia akan mengejar target dekarbonisasi dengan mengembangkan pasar hidrogen domestik. Ketiga, Indonesia akan mengekspor hidrogen dan turunannya ke pasar global dengan memanfaatkan keunikan sebagai negara maritim.
4.Harapan Pemulihan Kinerja TINS Usai Rugi dan Terjerat Kasus Korupsi
Emiten BUMN pertambangan PT Timah Tbk. (TINS) menjadi sorotan banyak mata akhir-akhir ini akibat terungkapnya kasus korupsi komoditas timah oleh Kejaksaan Agung dengan estimasi tingkat kerugian negara hingga Rp271 triliun.
Pada saat bersamaan, perseroan mengumumkan kinerja keuangan yang mengecewakan untuk periode akhir tahun 2023. Berdasarkan laporan keuangannya yang terbit akhir Maret 2024, perseroan melaporkan pendapatan sebesar Rp8,4 triliun, anjlok 32,89% secara tahunan atau year-on-year (YoY).
Secara terperinci berdasarkan segmen, pendapatan TINS ditopang oleh pertambangan timah sebesar Rp8,36 triliun, disusul pertambangan batu bara sebesar Rp1,05 triliun, dan segmen industri sebesar Rp962,22 miliar.
Selanjutnya, pendapatan segmen konstruksi menyumbang sebesar Rp307,5 miliar, dan segmen lainnya sebesar Rp441,79 miliar. Pendapatan itu dikurangi biaya eliminasi sebesar Rp2,73 triliun.
Sementara itu, beban pokok pendapatan hanya turun 20,6% YoY menjadi Rp7,9 triliun. Alhasil, laba bruto perseroan tercatat anjlok 81,6% YoY menjadi hanya Rp466 miliar, padahal pada 2022 masih mencapai Rp2,53 triliun.
Setelah dikurangi aneka beban lainnya, perseroan akhirnya harus menelan pil pahit dengan kerugian sebesar Rp449,7 miliar, berbalik dari kinerja 2022 yang masih sukses mencetak laba bersih Rp1,04 triliun.
Menariknya, alih-alih lesu, kinerja saham TINS justru melesat. Hari ini, Selasa (2/4/2024), saham TINS bahkan meroket 13,5% dalam sehari dan ditutup di level Rp925. Secara akumulatif, saham TINS sudah terbang 43,41% sepanjang tahun berjalan 2024 atau secara year-to-date (YtD).
5.Tanjakan Utang AS Makin Esktrem
Utang pemerintah AS pada 2034 diperkirakan akan mencapai level yang lebih tinggi daripada rasio utang pada era Perang Dunia II, melompat 97% dari PDB pada tahun lalu.
Hal itu seperti diungkapkan oleh Kantor Anggaran Kongres yang dilaporkan Bloomberg pada Selasa (2/4/2024). Perhitungan tersebut telah mengukur proyeksi dari suku bunga dan rasio utang terhadap PDB yang meningkat menjadi 123% pada 2034.
Ditambah lagi, dari banyaknya simulasi yang dilakukan Bloomberg Economics, sebanyak 88% simulasi menunjukkan rasio utang terhadap PDB berada pada dekade. hitungan yang tidak berkelanjutan karena terus menanjak dari dekade ke dekade selanjutnya.
"[Proposal pemerintahan Biden menawarkan] pengurangan defisit substansial yang akan terus menjaga tingkat beban bunga pada tingkat yang nyaman. Namun kita perlu bekerja sama untuk mencoba mencapai penghematan tersebut,” kata Janet Yellen.
Hingga 4 Januari, utang pemerintah AS telah melampaui US$34 triliun setelah melewati batas pada 29 Desember 2023 menjadi US$33 triliun dan US$32 triliun pada 15 Juni 2023. Artinya, utang AS terus bertambah US$1 triliun setiap 100 harinya.