Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Banyak Pabrik Manufaktur Tutup, Begini Penjelasan Pengusaha

Apindo menilai penutupan pabrik padat karya marak terjadi terhadap produk-produk berorientasi ekspor.
Ilustrasi industri padat karya/Istimewa
Ilustrasi industri padat karya/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA- Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menjelaskan di balik fenomena penutupan pabrik yang terjadi pada beberapa industri manufaktur. Padahal, geliat ekspansi manufaktur tampak cemerlang dalam beberapa tahun terakhir. 

Salah satunya ditandai dengan Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Maret 2024 yang berada di level 54,2 atau naik 1,5 poin dibanding capaian Februari yang menyentuh angka 52,7. Posisi ekspansi manufaktur RI telah bertahan selama 31 bulan berturut-turut. 

Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani mengatakan meski optimisme pelaku usaha industri juga terus meningkat, kondisi pemulihan aktivitas pabrik belum merata sehingga tak sedikit industri yang memilih tutup pabrik. 

"Kebanyakan industri manufaktur yang terpaksa tutup adalah yang berorientasi ekspor atau yang mengalami koreksi demand pasar secara besar-besaran pascapandemi," kata Shinta saat dihubungi, Senin (1/4/2024). 

Dalam hal ini, segmen industri yang masih terpuruk berorientasi ekspor dan relatif minoritas. Sebaliknya jika dibandingkan subsektor manufaktur lain yang umumnya tumbuh positif seiring dengan pemulihan demand pasar domestik. 

Sementara itu, menurut Shinta yang digambarkan PMI manufaktur maupun Indeks Kepercayaan Industri (IKI) merupakan kondisi umum di sektor manufaktur sebagai alat bantu untuk melihat kinerja nasional secara umum atau makro. 

"Jadi tidak selalu ter-representasikan dengan baik dalam parameter makro [PMI] tersebut," imbuhnya. 

Terlebih, Shinta menuturkan bahwa kinerja tiap subsektor industri manufaktur berbeda tergantung karakteristik output produksi dan demand pasarnya. 

Pascapandemi, kinerja tiap sektor ekonomi dinilai sangat berubah, beberapa industri mengarah ke kinerja positif dan tak sedikit industri yang juga negatif seperti industri kesehatan, digital atau industri berorientasi ekspor lainnya. 

Untuk menjaga kinerja pertumbuhan industri manufaktur dan berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, maka pengusaha memerlukan iklim usaha atau investasi yang berdaya saing. 

"Setidaknya daya saing iklim investasi di sektor manufaktur harus comparable dengan negara-negara pesaing di kawasan," ujarnya. 

Apindo mendorong pemerintah untuk melakhkan benchmarking iklim usaha, dengan melakukan reformasi struktural di tiap subsektor manufaktur yang konsisten berdasarkan hasil kinerja.

"Juga perlu pendampingan, fasilitas serta insentif untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas output produksi agar produk industri manufaktur nasional bisa bersaing di pasar domestik dan ekspor," pungkasnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper