Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah menerbitkan regulasi mengenai pelaksanaan tunjangan hari raya (THR) 2024 bagi pekerja/buruh di perusahaan.
Lantas apakah pekerja yang sedang mengambil cuti melahirkan tetap mendapat THR? Melansir akun Instagram resmi @kemnaker, Senin (25/3/2024), pemberian THR Lebaran didasarkan pada masa kerja.
Merujuk pada aturan Permenaker No.6/2016 tentang THR Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, THR diberikan kepada pekerja/buruh yang telah memiliki masa kerja 1 bulan atau lebih dan memiliki hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
“Istirahat melahirkan termasuk hak pekerja/buruh sehingga mereka yang menjalankannya, upah dan THR-nya harus tetap dibayarkan,” tulis Kemenaker, dikutip Senin (25/3/2024).
Kemenaker menegaskan, ketidakhadiran selama menjalani istirahat melahirkan tidak meniadakan atau mengurangi hak THR yang bersangkutan sepanjang pekerja/buruh tersebut telah memenuhi masa kerja 1 bulan atau lebih.
Adapun, pemberian tunjangan hari raya (THR) paling lambat dilakukan 7 hari sebelum hari raya Lebaran dan tidak boleh dicicil.
Baca Juga
Besaran THR yang diterima pekerja berbeda-beda, tergantung masa kerja dan perjanjian kerja dengan perusahaan. Untuk pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan secara terus menerus atau lebih, berhak mendapat THR sebesar 1 bulan upah.
Bagi pekerja yang sudah bekerja selama 1 bulan secara terus menerus tapi kurang dari 12 bulan, pekerja berhak mendapat THR secara proporsional sesuai dengan perhitungan masa kerja dibagi 12 bulan di kali 1 bulan upah.
Bagaimana dengan pekerja yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas? Upah satu bulan untuk kategori ini dihitung sebagai berikut:
-
Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.
-
Pekerja/Buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 bulan, upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.
Selanjutnya, THR untuk pekerja/buruh yang upahnya ditetapkan berdasarkan satuan hasil, upah 1 bulan dihitung berdasarkan upah rata-rata 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan.
Kendati begitu, jika perusahaan menetapkan besaran nilai THR dalam dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan, lebih besar dari nilai THR Keagamaan, maka THR Keagamaan yang dibayarkan kepada pekerja sesuai dengan perjanjian atau kebiasaan tersebut.