Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintahan baru akan mendapat tantangan dalam rangka mendongkrak target pertumbuhan ekonomi lebih dari 5%. Prabowo-Gibran harus lebih realistis untuk menjaga stabilitas perekonomian selama 5 tahun ke depan.
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menekankan bahwa mendongkrak konsumsi masyarakat merupakan aspek penting yang perlu jadi patokan Prabowo-Gibran, di samping juga terus memperbaiki daya saing ekspor dan mempertahankan keberlanjutan fiskal.
Sayangnya, aspek ini masih memiliki tantangan akibat tekanan tensi panas geopolitik. Harga pangan dunia masih di atas rerata harga sebelum pandemi dan sulit untuk turun ke harga semula.
Mulai dari konflik Rusia-Ukraina, Palestina-Israel, belum lagi aksi Houthi dan mulai aktifnya perampok Somalia, semuanya belum dapat diprediksi kapan berakhir sehingga masih mengganggu rantai pasok logistik bahan pangan di jalur-jalur utama perdagangan global.
“Artinya kalau 2025 harus 6% itu sangat tidak masuk akal. Begitu pula kalau pertumbuhan ekonomi dikaliberkan sampai 7%, apa lagi 8%, ini berat banget. Pemerintahan Pak Jokowi saja menargetkan sampai 2029 naik hanya sampai di 6,1%,” ujarnya dalam acara diskusi bersama IGICO & BRIEFER beberapa waktu lalu, dikutip Sabtu (23/3/2025).
Oleh karena itu, pemerintahan baru nanti menurut Tauhid, akan dihadapkan pada isu konsumsi rumah tangga yang tertahan. Padahal, konsumsi rumah tangga berpengaruh sekitar 58% sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini menjadi cerminan persoalan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Baca Juga
Sementara, dari perdagangan, Indonesia menghadapi tren surplus yang susut. Neraca perdagangan kumulatif periode Januari-Februari misalnya, di mana pada 2023 mencapai US$9,28 miliar sedangkan pada 2024 hanya US$2,87 miliar. Adapun pada Februari 2024, impor Indonesia tumbuh 15,8% sedangkan ekspor minus 9,4% secara tahunan.
Tantangan riil demikian ditambah stabilitas global bakal mengancam akselerasi target pertumbuhan ekonomi. Tak heran Bappenas pada 2023 dalam Rancangan Teknokratik RPJMN 2025-2029 melalui skenario transformatif dan super transformatif mematok pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,6%-6,1 %.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 pun dipatok paling tinggi 5,2%. Sementara itu, calon presiden-calon wakil presiden terpilih menargetkan pertumbuhan 6%-7%, bahkan ekonomi Indonesia dijanjikan meroket hingga 8%.
“Tim ekonomi presiden baru nanti harus memutuskan koreksi target pertumbuhan ekonomi yang bener-bener achievable jadi bisa rasional, bisa ditargetkan sampai 2029,” tegasnya.
Adapun, dari sisi kebijakan fiskal, penerapan PPN 12% bakal memiliki dampak siklus yang panjang yaitu kenaikan biaya produksi dan konsumsi yang menekan daya beli sehingga utilisasi dan penjualan melemah.
Tentunya, kebijakan itu akan berpengaruh pula pada menurunnya penyerapan tenaga kerja, pendapatan dan konsumsi yang menurun dan menghambat pemulihan ekonomi serta menekan pendapatan negara.
“Tantangan-tantangan itu harus diatasi pemerintahan baru. Karena kita perlu akselerasi pertumbuhan ekonomi, serta menjaga konsistensi prioritas pembangunan nasional. Oleh karena itu, pemerintahan baru harus menunda kenaikan PPN 12%, serta mengurangi efek volatile food karena inflasi,” tutupnya.