Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan peringatan terhadap Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) akibat adanya empat debitur bermasalah yang terindikasi fraud senilai Rp2,5 triliun.
Bendahara Negara tersebut menekankan agar jajaran direksi LPEI saat ini dan seluruh manajemennya mampu melaksanakan misi mendorong ekspor ini dan sekaligus membangun tata kelola korporasi yang baik.
“Kami terus menegaskan kepada direksi dan manajemen LPEI untuk terus meningkatkan peranannya dan tanggung jawabnya dan harus membangun tata kelola yang baik,” ujarnya dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Senin (18/3/2024).
Dari total indikasi fraud hampir senilai Rp2,5 triliun, terdapat empat perusahaan yang diduga telah melakukan korupsi.
Perusahaan pertama dengan nilai indikasi fraud paling tinggi mencapai Rp1,8 triliun berinisial RII. Selanjutnya perusahaan SMR Rp216 miliar, SMU senilaiRp144 miliar, dan PRS senilai Rp305 miliar.
Jumlah kerugian negara ini hampir setara dengan realisasi pelaksanaan program Kartu Prakerja pada 2023 yang mencapai Rp2,76 triliun, maupun penyaluran beras untuk Stabilisasi Pasokan Harga Pasar (SPHP) pada kuartal I/2023 hingga kuartal III/2023 yang senilai Rp2,01 triliun.
Baca Juga
Lebih lanjut, Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa LPEI terus melakukan penelitian terhadap kredit-kredit bermasalah dengan bekerja sama bersama instansi terkait, salah satunya Kejaksaan Agung dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
“LPEI membentuk tim Terpadu untuk meneliti seluruh kredit-kredit yang bermasalah di LPEI, ini tadi yang disebutkan oleh pak Jaksa Agung bahwa kita berusaha untuk melakukan bersih-bersih,” tuturnya.
Sebagai diketahui, LPEI atau Indonesia Eximbank merupakan salah satu special mission vehicle (SMV) milik Kemenkeu untuk mengembangkan potensi ekspor Indonesia.
Sejak 2009 hingga 2022, LPEI mengelola pembiayaan senilai Rp77,4 triliun untuk kegiatan ekspor Indonesia.
Nilai penjaminan mencapai Rp10,8 triliun unutk memberikan perlindungan bagi pelaku kegiatan ekspor, serta asuransi senilai Rp8 triliun untuk melinduki pelaku ekspor dari risiko kegiatan ekspor.