Bisnis, JAKARTA - Aktivitas ekonomi pada Ramadan tahun ini diprediksi menghadapi banyak tantangan seiring dengan banyaknya kelompok masyarakat yang menunda pengeluaran untuk kebutuhan konsumsi.
Hal itu tergambar dalam Survei Konsumen BI yang memotret adanya penurunan belanja atau pengeluaran konsumsi di seluruh golongan pada Februari 2024. Situasi ini dipicu oleh tingginya harga komoditas pangan yang membebani masyarakat sehingga mempengaruhi pola konsumsi secara keseluruhan.
Tarik gas konsumsi Ramadan menjadi salah satu berita pilihan yang terangkum dalam Top 5 News Bisnisindonesia.id edisi Kamis (14/3/2024). Selain itu terdapat pula ulasan lainnya seperti prospek produk makanan minuman terimbas boikot produk israel hingga berebut kue penumpang penerbangan. Berikut selengkapnya.
1. Tarik Gas 'Ngempos' Konsumsi saat Ramadan dan Lebaran 2024
Pemerintah dipandang perlu menyusun strategi khusus guna menahan laju penurunan konsumsi selama Ramadan kali ini. Hal ini penting untuk dilakukan lantaran belanja masyarakat selama Ramadan menjadi momentum bagi perekonomian Indonesia untuk meningkatkan konsumsi.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Februari 2024 tercatat sebesar 123,1, tetap berada di zona optimis, meski lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar 125,0.
Baca Juga
Asisten Gubernur, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono menyampaikan bahwa survei konsumen pada Februari 2024 tersebut mengindikasikan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap kuat.
“Tetap kuatnya keyakinan konsumen pada Februari 2024 didorong oleh Indeks Ekspektasi Konsumen [IEK] yang meningkat dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini [IKE] yang tetap optimis,” katanya melalui keterangan resmi, Rabu (13/3/2024).
2. Meski Laba Tertekan, Mayoritas Analis Masih Favoritkan Saham JPFA
Saham emiten unggas PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. (JPFA) masih diminati oleh banyak analis, meskipun kinerja keuangannya terlihat tertekan sepanjang 2023 lalu.
Seperti diketahui, JPFA telah merilis kinerja keuangan untuk periode Tahun Buku 2023. Hasilnya, perseroan mencatatkan laba bersih sebesar Rp929,7 miliar pada 2023, turun sebanyak 34,5% year-on-year (YoY) dari Rp1,42 triliun periode 2022.
Japfa Comfeed Indonesia sebenarnya masih mencetak pertumbuhan pendapatan sebesar 4,5% YoY sepanjang 2023 menjadi Rp51,17 triliun. Namun, aneka beban perseroan tercatat meningkat lebih tinggi, sehingga kinerja laba bersih tidak tumbuh sejalan dengan pendapatan tersebut.
Secara lebih terperinci, pendapatan perseroan sepanjang 2023 ditopang oleh lini peternakan komersial yang tumbuh 12,34% menjadi Rp21,3 triliun. Lini ini menyumbang 42% dari total nilai pendapatan perseroan.
Sementara itu, lini pakan ternak yang menjadi kontributor terbesar kedua justru turun 1,16% YoY menjadi Rp13,81 triliun.
3. Saat Maskapai Berebut 4,4 Juta Kue Penumpang Mudik Lebaran
Sejumlah maskapai pelat merah hingga swasta mulai mengatur ancang-ancang untuk menangkap ceruk peningkatan penumpang selama periode mudik Lebaran Idulfitri 2024.
Survei yang dilakukan Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan bersama Badan Pusat Statistik memperkirakan sekitar 4,4 juta orang akan menggunakan moda angkutan udara selama musim mudik April mendatang.
Direktur Angkutan Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Putu Eka Cahyadi menjelaskan bahwa jumlah penumpang pesawat tersebut dihitung selama selama periode mudik Lebaran pada 3-18 April 2024 atau H-7 hingga H+7 mendatang Idulfiri.
Secara terperinci, jumlah tersebut terdiri atas 3.594.400 penumpang akan menempuh perjalanan rute domestik dan 812.241 penumpang lainnya terbang ke rute internasional. Prediksi tersebut bahkan meningkat sekitar 4% dibandingkan dengan periode 2019 atau prapandemi Covid-19.
Diperkirakan terjadi peningkatan penumpang pada periode Lebaran 2024 sebesar 12% dibandingkan Lebaran 2023. Ceruk tersebut dimanfaatkan oleh sederet maskapai di dalam negeri dengan menggunakan sejumlah strategi termasuk penambahan jumlah ketersediaan kursi lewat peningkatan frekuensi terbang.
4. Prospek Industri Makanan Minuman Usai Terdampak Boikot Anti Israel
Industri makanan dan minuman mengoptimalkan penjualan sepanjang Ramadan seiring dengan kinerja loyo yang sempat tercatat pada tahun lalu akibat kampanye boikot anti produk Israel. Kondisi ini diperparah oleh menurunnya pengeluaran masyarakat sejak awal 2024.
Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sebesar 123,1 poin Februari 2024. Nilai tersebut lebih rendah 1,52% dibandingkan pada bulan sebelumnya (month-to-month/m-to-m) yang sebesar 125 poin.
Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) meyakini konsumsi masyarakat akan kembali meningkat sepanjang Ramadan 2024, meskipun terjadi penurunan pengeluaran konsumsi pada Februari.
Kenaikan harga pangan segar dan pokok menekan daya beli pangan sekunder dan olahan, khususnya konsumen terutama kelas bawah yang memprioritaskan pangan pokok.
Sejalan dengan momentum Ramadan, Gapmmi meyakini permintaan produk olahan bakal meningkat. Hal ini diikuti dengan besarnya tradisi konsumsi makanan dan minuman saat berbuka puasa.
5. Relaksasi Restrukturisasi Kredit Segera Berakhir, Ini Proyeksi Kinerja NPL Perbankan
Berakhirnya insentif relaksasi restrukturisasi kredit perbankan bagi debitur terdampak Covid-19 pada akhir Maret 2024 ini bakal membuka risiko bagi peningkatan rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) perbankan.
Secara umum, pelaku industri perbankan memproyeksikan tingkat risiko kredit pada awal tahun ini relatif terjaga. Hal ini setidaknya terlihat dari hasil Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SBPO) yang melibatkan 100 bank responden.
Survei tersebut menemukan bahwa mayoritas responden meyakini bahwa risiko perbankan pada kuartal I/2024 masih terjaga dan terkendali. Hal ini terlihat dari Indeks Persepsi Risiko (IPR) sebesar 53 atau masih berada di zona optimis, meski sedikit menurun dari 58 pada kuartal sebelumnya.
Sementara itu, kualitas kredit diproyeksikan terjaga dengan baik didukung kebijakan restrukturisasi dan hapus buku untuk menekan peningkatan kredit macet atau NPL. Responden memperkirakan bahwa risiko kredit atau NPL gross pada kuartal I/2024 akan terjaga stabil.
"Namun demikian, masih terdapat potensi peningkatan NPL yang berasal dari pemburukan kredit restrukturisasi kol 1 dan kol 2 seiring berakhirnya kebijakan restrukturisasi secara keseluruhan pada Maret 2024," tulis OJK dalam survei tersebut dikutip pada Rabu (13/3/2024).