Bisnis.com, JAKARTA – Optimisme masyarakat kelas menengah cenderung mengalami penurunan pada Februari 2024.
Berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia (BI), Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Februari 2024 tercatat sebesar 123,1, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang sebesar 125,0.
Jika dilihat lebih rinci, kenaikan IKK hanya terjadi pada konsumen dengan pengeluaran Rp1 juta hingga Rp2 juta, sementara IKK pada kelompok pengeluaran yang lebih tinggi mengalami penurunan.
Penurunan terdalam terjadi pada kelompok pengeluaran Rp4,1 juta hingga Rp5 juta, dengan IKK sebesar 126,9 pada Februari 2024, turun 6,1 poin dari 133,0 pada Januari 2024.
Pada Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), penurunan yang paling dalam juga terjadi pada kelompok pengeluaran Rp4,1 juta hingga Rp5 juta, yang masing-masingnya tercatat sebesar 114,6 dan 139,2 atau masing-masing turun sebesar 9,5 poin dan 2,7 poin.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyampaikan bahwa kebijakan pemerintah selama ini berfokus untuk mendukung daya beli kelompok berpenghasilan rendah dan hampir tidak ada kebijakan yang untuk mendukung daya beli masyarakat berpendapatan menengah.
Baca Juga
“Ini juga sejalan dengan IKK per kelompok pengeluaran, dimana kelompok penghasilan Rp1-Rp2 juta yang mengalami IKK yang meningkat sedangkan kelompok penghasilan lain di atasnya menurun. Hal ini selaras dengan program bansos pemerintah kepada golongan miskin,” katanya kepada Bisnis, Rabu (13/3/2024).
Menurut Josua, pemerintah harus mulai merancang kebijakan yang dapat mendukung daya beli masyarakat kelas menengah.
Lebih lanjut, Josua mengatakan IKE yang mengalami penurunan di seluruh komponennya juga perlu diwaspadai. Penurunan terdalam terjadi pada indeks ketersediaan lapangan kerja, sebesar 8,3 poin menjadi 110,1 pada Februari 2024.
Indeks penghasilan saat ini dan indeks pembelian barang tahan lama juga mengalami penurunan masing-masing 4,4 poin dan 1,5 poin ke level 112,1 dan 110,6.
Josua mengatakan, penurunan IKE ini salah satunya disebabkan oleh faktor inflasi pangan yang cenderung meningkat.
“Pemerintah harus segera menurunkan inflasi pangan, karena jika tidak maka kemungkinan momentum Ramadan dan Lebaran di mana tidak hanya primer, melainkan konsumsi sekunder dan tersier akan bisa menjadi terganggu karena faktor inflasi pangan,” jelas Josua.