Bisnis.com, JAKARTA — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tengah mengevaluasi realisasi capaian program jangka panjang atau long term plan (LTP) 1 juta barel minyak per hari (bopd) dan 12.000 juta kaki kubik per hari gas (MMscfd).
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan lembagannya bakal memundurkan target jangka panjang itu dua tahun sampai tiga tahun dari target LTP yang ditenggat pada 2030 saat ini.
Alasannya, kata Tjip sapaan karibnya, realisasi lifting migas yang direncanakan dalam LTP yang disusun pada 2019 lalu terdampak pandemi selama hampir 3 tahunan.
“Yang intinya kira-kira mungkin mundur antara dua sampai tiga tahun karena diakibatkan pandemi yang kita hadapi,” kata Tjip saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII, Jakarta, Rabu (13/3/2024).
Tjip menuturkan sebagian proyek hulu migas strategis belakangan mengalami kemuduran akibat pandemi sejak 2020. Dengan demikian, kata dia, beberapa rencana yang menjadi bagian dari proyek LTP tidak sesuai dengan target.
Di sisi lain, Tjip menuturkan, lembagannya telah melakukan sejumlah proyeksi anyar untuk beberapa lapangan signifikan yang mungkin onstream sebelum 2027.
Baca Juga
“Kami sudah mencoba ploting tidak sampai 2030 tetapi ploting-ploting proyek-proyek yang sudah jelas, jadi proyek-proyek apa saja di minyak dan gas yang akan onstream di 2027,” kata dia.
Berdasarkan data teranyar dari SKK Migas per 6 Februari 2024, proyeksi produksi minyak sampai 2030 hanya berada di level 888.000 bopd atau lebih rendah dari target 1 juta bopd. Sementara itu, proyeksi onstream pada 2024 dan 2025 masing-masing berada di level 597.000 bopd dan 599.000 bopd.
Sementara itu, proyeksi produksi gas sampai 2030 berada di level 10.399 MMscfd. Adapun proyeksi produksi gas untuk 2024 dan 2025 masing-masing berada di level 5.544 MMscfd dan 5.799 MMscfd.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman menilai negatif susutnya lifting migas setiap tahunnya yang dilaporkan SKK Migas. Maman berpendapat SKK Migas telah gagal untuk menaikan tren produksi hulu migas beberapa tahun terakhir.
Maman menuturkan adanya dorongan dari sebagian anggota komisi energi untuk merevisi LTP yang belakangan dianggap terlalu optimis tersebut. Dia beralasan hingga saat ini realisasi produksi migas belum lebih dari separuh target yang dicanangkan pada 2030 atau enam tahun mendatang.
“Sampai hari ini kita lihat waktu kurang lebih sekitar tinggal 6 tahun lagi trennya tidak menunjukkan ke arah sana begitu, trennya malah menurun,” kata Maman saat rapat dengar pendapat dengan SKK Migas, Rabu (13/3/2024).
Sebelumnya, SKK migas mencatat lifting minyak per 31 Desember 2023 berada di level 612.000 bopd. Torehan lifting itu lebih rendah dari target yang ditetapkan di dalam APBN 2023 di level 660.000 bopd.
SKK Migas mengatakan, rendahnya realisasi lifting minyak itu disebabkan sejumlah proyek tertunda yang ikut dibarengi dengan beberapa penghentian operasional atau unplanned shutdown.
Beberapa penghentian operasional itu, di antaranya terkait dengan kebocoran pipa dan power outgage di PT Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES), kebocoran pipa di PHE Offshore North West Java (ONWJ), tanah longsor di Lapangan Kedung Keris milik ExxonMobil Cepu Ltd (EMCL), kendala Train-1 pada KKKS bp.