Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan luas panen pada Januari - April 2024 berpotensi turun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M. Habibullah memperkirakan, luas panen pada Januari-April 2024 seluas 3,52 juta hektare atau mengalami penurunan sebesar 0,69 juta hektare.
“[Perkiraan luas panen Januari-April 2024] turun 16,48% dibanding periode yang sama tahun lalu,” ungkap Habibullah dalam Rilis BPS, Jumat (1/3/2024).
Lebih lanjut dia memproyeksikan, potensi luas lahan padi mencapai 1,16 juta hektare pada Maret 2024. Puncak panen 2024 diperkirakan terjadi pada April dengan luas panen mencapai 1,59 juta hektare.
Adapun sepanjang 2023, luas panen padi mengalami penurunan sebesar 0,24 juta hektare atau turun 2,29% dibanding keadaan 2022. Penurunan terjadi di sebagian besar wilayah, utamanya di Pulau Jawa. Kondisi ini terjadi akibat fenomena cuaca El Nino yang menguat pada semester II/2023.
Menurut provinsinya, penyumbang penurunan luas lahan pada 2023 yaitu Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Jawa Tengah, di mana masing-masing tercatat turun 78.750 hektare, 72.900 hektare, dan 45.910 hektare.
Baca Juga
Penurunan juga terjadi di Banten sebesar 26.040 hektare, Aceh 17.460 hektare, dan Kalimantan Barat 17.410 hektare.
Di tengah penurunan luas panen padi secara nasional, sejumlah provinsi justru mengalami peningkatan luas panen. Kondisi tersebut utamanya terjadi di Sumatra Barat, NTB, Lampung, Sulawesi Tengah, dan Jawa Timur.
Habibullah mengungkapkan, luas panen di Sumatra Barat naik menjadi 28.680 hektare, NTB naik 17.420 hektare, dan Lampung menjadi 11.860 hektare dibandingkan 2022. Kemudian, Sulawesi tengah naik sebesar 8.710 hektare dan luas lahan panen di Jawa Timur meningkat menjadi 4.870 hektare.
Di sisi lain, imbas dari anjloknya produksi padi berpotensi membuat reli harga beras di pasar. Terlebih lagi, pada kuartal pertama tahun ini, masyrakat menghadapi Ramadan dan Idulfitri.
Habibullah tak memungkiri penurunan produksi beras dapat menimbulkan kekhawatiran terhadap pasokan sehingga pedagang merespons kondisi ini dengan menaikkan harga beras untuk mengompensasi pasokan pada periode berikutnya.
Namun, menurutnya, harga beras tidak akan naik drastis jika pasokan beras terjaga dan distribusi tidak terganggu. “Di sinilah peran upaya pengendalian inflasi,” kata Habibullah dalam konferensi pers Jumat (1/3/2024).
Adapun, komoditas beras kembali mengalami inflasi sebesar 5,32% pada Februari 2024. Komoditas ini memberikan andil inflasi terbesar, baik secara month-to-month (mtm) maupun year-on-year (yoy). Secara bulanan, komoditas ini memberikan andil sebesar 0,21%, sedangkan secara tahunan sebesar 0,67%.
“Secara umum kenaikan harga beras terjadi di 37 provinsi, sedangkan harga beras di satu provinsi lainnya menunjukkan penurunan,” ungkap Habibullah.
Saat ini, harga beras melonjak di semua rantai distribusi. Habibullah mengatakan, harga beras di tingkat penggilingan pada Februari 2024 naik Rp14.274 per kilogram atau 6,76% dibandingkan bulan sebelumnya.
Di tingkat grosir, harga beras bergerak naik sebesar 5,96% dari bulan sebelumnya, menjadi Rp14.398 per kilogram. Di tingkat eceran, harga beras telah menyentuh level Rp15.157 per kilogram pada Februari 2024. Kenaikan harga beras di berbagai rantai distribusi ini terjadi seiring dengan kenaikan harga gabah di tingkat petani.
BPS mencatat harga gabah kering panen (GKP) naik sebesar 4,86% secara mtm menjadi Rp7.261 per kilogram. Sementara itu, harga gabah kering giling (GKG) dilaporkan naik menjadi Rp8.591 per kilogram atau 6,13% dari bulan sebelumnya.