Bisnis.com, JAKARTA - Penggalian potensi penerimaan dari masifnya transaksi perdagangan digital kembali menemui jalan buntu, setelah WTO's 13th Ministerial Conference, yang digelar 26—29 Februari 2024, memberikan sinyal untuk memperpanjang atau memberlakukan secara permanen moratorium bea masuk perdagangan e-commerce.
Indonesia dan Afrika Selatan justru mendesak agar WTO mencabut moratorium bea masuk produk-produk yang dijual di e-commerce.
Dilansir dari Bloomberg pada Kamis (29/2/2024), dalam sebuah sesi tertutup pagi ini, para anggota WTO mendiskusikan langkah ke depan soal pengenaan tarifa tau bea masuk transaksi digital.
Ada beberapa opsi yang muncul, yaitu menjadikan aturan moratorium tarif produk e-commerce menjadi permanen, membiarkannya tidak berlaku lagi, atau kompromi untuk memperpanjang morator selama dua tahun ke depan.
Di satu sisi perdebatan, negara-negara berkembang seperti Indonesia dan Afrika Sekalatan menginginkan menerapkan tarif pada perdagangan digital, atau setidaknya ‘memberi peringatan’ untuk melakukannya sebagai taktik negosiasi.
Di sisi lain, mayoritas negara maju ingin agar Internet global bebas dari bea masuk, khususnya untuk barang-barang yang dijual di e-commerce.
Baca Juga
“[Pertemuan] Ini terlalu penting untuk dipermainkan. Kenyataannya adalah jika Anda ingin melihat e-commerce dan ingin melihat ekonomi digital berkembang, fondasi [aturan] yang mendasar adalah Anda tidak mengenakan tarif," kata John Denton, kepala Kamar Dagang Internasional dilansir dari Bloomberg, Kamis (29/2/2024).
Seorang pejabat Uni Eropa memperingatkan bahwa moratorium ini sangat penting karena akan mempengaruhi 25% dari perdagangan global dan dapat diterapkan pada semua transmisi elektronik, termasuk dari aplikasi streaming video online.
Namun, perpanjangan atau bahkan pencabutan aturan moratorium tarif barang e-commerce juga penting bagi negara-negara berkembang.
“Jika aturan tersebut dihapusnya, maka dapat menciptakan hambatan baru bagi para pengusaha yang mencari pasar di luar negeri,” tambah pejabat Uni Eropa tersebut.
Sementara itu, perwakilan Indonesia sedang berusaha keras untuk mendapatkan hak-hak bagi negaranya.
"Ini adalah tentang mengamankan hak untuk mengatur," ujar Djatmiko Bris Witjaksono, Direktur Jenderal Kementerian Perdagangan Indonesia untuk negosiasi perdagangan internasional.
Perbedaan pendapat jelas masih ada antara Indonesia-Afrika Selatan dengan sebagian besar negara anggota WTO.
Namun, seorang diplomat WTO dari sebuah negara barat mengatakan bahwa sangat tidak mungkin untuk mencabut moratorium bea masuk produk e-commerce.
Pasalnya, pencabutan moratorium sangat krusial untuk mengamankan hak pemajakan nasional. Apalagi, instrumen untuk pungutan dalam transaksi digital baru terbatas pada PPN.
Sebagai gambaran, pada 2023 dari nilai transaksi e-commerce di Indonesia tercatat senilai Rp453 triliun. Namun, penerimaan yang dikantongi negara hanya Rp6,76 triliun.