Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelang Divestasi Vale (INCO), Ini Jawaban Menteri ESDM soal Penciutan Lahan

Menteri ESDM Arifin Tasrif memberikan tanggapan terkait kemungkinan penciutan lahan tambang Vale Indonesia selepas divestasi saham dan perpanjangan kontrak.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif di Kementerian ESDM, Jumat (4/8/2023)./ BISNIS - Lukman Nur Hakim
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif di Kementerian ESDM, Jumat (4/8/2023)./ BISNIS - Lukman Nur Hakim

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, pemerintah tengah membutuhkan investasi intensif untuk penghiliran bijih nikel seiring dengan kesepakatan divestasi 14% saham PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) yang bakal diteken sore ini. 

Proses divestasi tersebut sebagai syarat INCO untuk mendapatkan perpanjangan kontrak karya (KK) dalam bentuk izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

Arifin tidak langsung menjawab soal kemungkinan penciutan sebagian konsesi INCO selepas konversi KK perseroan menjadi izin IUPK nantinya. 

“Sekarang kita lagi butuh investasi, program investasinya kan sudah ada, kita butuh investasi lah,” jawab Arifin ketika ditanya soal penciutan lahan INCO di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/2/2024). 

Penandatanganan dokumen transaksi pengambilalihan saham divestasi INCO bakal diadakan di Hotel Pullman, Jakarta, Senin (26/2/2024), sekitar pukul 16.00 WIB. Seremoni itu rencananya bakal disaksikan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. 

Adapun, penciutan lahan INCO didorong holding tambang pelat merah atau MIND ID dan Kementerian BUMN sepanjang negosiasi setahun belakangan. 

Diberitakan sebelumnya, Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso mengungkapkan, INCO belakangan terbukti gagal memenuhi kewajiban investasi yang menjadi bagian dari kewajiban KK yang bakal berakhir pada Desember 2025 tersebut. 

Hendi mencontohkan, komitmen untuk meningkatkan produksi nickel matte 25% pada Proyek Sorowako dari rata-rata produksi aktual 2009-2013 belum terlaksana hingga saat ini.

Lewat KK amandemen 2014, INCO saat itu berkomitmen untuk berinvestasi pada pembangunan kapasitas dryer & klin untuk meningkatkan rata-rata produksi pada blok tersebut. 

Hanya saja belakangan, lewat pengajuan perpanjangan menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK), INCO mengganti komitmen itu menjadi pembangunan pabrik high pressure acid leaching (HPAL) kapasitas produksi kurang lebih 60.000 mixed hydroxide precipitate (MHP). 

Pergeseran fokus investasi pada Proyek Sorowako itu sudah disampaikan INCO kepada Arifin sebagai tahapan konversi KK INCO menjadi IUPK. Arifin menyetujui proposal itu lewat pengesahan rencana pengembangan seluruh wilayah (RPSW) pada 10 April 2023 lalu. Belakangan, INCO resmi mengajukan permohonan IUPK ke Kementerian ESDM pada 17 April 2023. 

“Vale mengajukan usulan substitusi dari kewajiban berupa tambang nikel ke HPAL di Sorowako, jadi tidak mengembangkan RKEF lagi tapi substitusi menjadi HPAL, nah ini masih dalam tahapan studi persiapan, ini harus dicatat karena ini terkait dengan syarat dalam KK yang harus diikuti,” kata Hendi saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII di DPR, Jakarta, Rabu (30/8/2023).

Selain itu, Hendi menambahkan, terdapat dua komitmen investasi INCO pada amandemen KK 2014 yang belakangan berubah di ujung masa konsesi. Hendi mengatakan, INCO mengubah usulan pengembangan fasilitas HPAL dengan Sumito pada kapasitas produksi sekitar 15.000 ton mixed sulphide precipitate (MSP). 

Dalam RPSW yang disetujui April 2023 lalu, INCO belakangan berencana membangun fasilitas HPAL bersama dengan Huayou pada kapasitas produksi sekitar 120.000 mixed hydroxide precipitate (MHP). 

Selanjutnya, dia membeberkan, usulan pengembangan proyek Bahodopi pada KK 2014 juga tidak menunjukkan kemajuan signifikan dari sisi keekonomian dan kelayakan bisnis. 

Selain adanya pasal-pasal perjanjian yang memberikan mitra private dividends, dia mengatakan, proyek itu juga belum mendapat pasokan energi yang kompetitif untuk menopang pembangunan pabrik rotary kiln-electric furnace (RKEF). Proyek ini disebutkan akan menggunakan sumber energi LNG, kendati belum adanya kontrak pasokan yang tercipta 

“Dari ketiga kewajiban dalam KK ini, kami berharap pemerintah dapat melakukan pengkajian dan penilaian sehingga apabila komitmen pengembangan tidak terpenuhi, maka sesuai aturan KK maka perlu dilakukan relinquishment [pelepasan wilayah] di area terkait proyek,” kata Hendi. 

Seperti diketahui, konsesi yang dipegang INCO berdasarkan amandemen KK 2014 lalu mencapai 118.435 hektare yang tersebar di Sulawesi Selatan (70.566 hektare), Sulawesi Tengah (22.699 hektare), dan Sulawesi Tenggara (24.752 hektare).

Pada 2017 lalu, luas wilayah KK dikembalikan kepada pemerintah seluas 418 hektarw untuk keperluan proyek transmigrasi saat itu. Dengan demikian, sejak 2017 luas wilayah KK menjadi 118.017 hektare. 

Kendati demikian, luas wilayah yang telah dimanfaatkan, sejak smelter di Sorowako, Sulawesi Selatan, beroperasi komersial pada 1978, baru mencapai sekitar 7.000 hektare sampai dengan 8.000 hektare atau sekitar 6 persen sampai 7 persen dari keseluruhan total wilayah amandemen KK 2014. 

Sampai dengan Desember 2021, estimasi sumber daya bijih nikel milik INCO sebesar 300 juta ton dengan cadangan sebesar 60 juta ton. Adapun, kapasitas produksi rata-rata sebesar 70.000 ton sampai dengan 80.000 ton setiap tahunnya saat ini. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper