Bisnis.com, JAKARTA - Berlanjutnya pelemahan ringgit Malaysia secara terus-menerus membuat mata uang Negeri Jiran tersebut hampir mencapai rekor terendahnya sejak 1998. Lemahnya ekspor Malaysia dan menguatnya dolar AS berisiko semakin menekan ringgit.
Berdasarkan data Bloomberg, Selasa (20/2/2024), ringgit terpantau melemah 0,1% ke levfel 4,7920 per dolar AS pada pukul 11.21 WIB.
Ringgit Malaysia tinggal sekitar 2% lagi untuk mencapai 4,8850 per dolar AS, level yang terakhir kali terlihat pada 1998 di masa terjadinya krisis keuangan Asia. Sepanjang tahun ini, mata uang ringgit telah melemah hampir 4%
“Ada risiko bahwa ringgit akan mencapai titik terendah baru sepanjang masa,” jelas kepala penelitian Asia di Australia & New Zealand Banking Group, Khoon Goh, seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa (20/2/2024).
Goh menyoroti ekspor Malaysia yang belum mengalami pemulihan dibandingkan perekonomian negara-negara Asia lainnya. Pertumbuhan ekonomi juga diproyeksi masih melesu.
Sementara itu, analis teknikal Bloomberg mengatakan bahwa ringgit yang mencapai 4,7958 pada Oktober 2023 merupakan nilai terlemah sejak 1998. Penurunan melebihi level ini dapat menggeser rentang menjadi 4,82 hingga 4,85 ringgit per dolar AS.
Baca Juga
"Jika dolar terus menguat, baik karena penundaan lebih lanjut siklus pemangkasan suku bunga the Fed atau peristiwa penghindaran risiko yang lebih besar, maka risiko untuk ringgit akan terus berlanjut," jelas ahli strategi mata uang di Oversea-Chinese Banking Corp. di Singapura, Christopher Wong.
Untuk diketahui, perekonomian China memberikan dampak negatif pada ekspor Malaysia, yang menurun 10 bulan berturut-turut pada Desember 2023. Merosotnya ekspor telah membebani pertumbuhan ekonomi Malaysia.
Walaupun Malaysia masih mengalami surplus transaksi berjalan, rasionya terhadap produk domestik bruto (PDB) telah turun mendekati level terendah dalam 20 tahun sehingga membatasi dukungan terhadap ringgit.
Selain itu terdapat juga kekhawatiran stabilitas politik menyusul dugaan upaya untuk menjatuhkan pemerintahan Perdana Menteri Anwar Ibrahim dan menguatnya dolar AS. Hal ini membuat prospek ringgit semakin negatif.
Namun, sebagian besar analis memproyeksikan bahwa ringgit akan menguat pada akhir 2024, karena pertumbuhan ekonomi Malaysia yang mendapatkan momentum.
OCBC memperkirakan mata uang ini akan pulih menjadi 4,60 per dolar AS, sementara ANZ memprediksi level 4,45. Bank sentral juga diproyeksi akan mempertahankan suku bunga acuan pada tahun ini, bahkan ketika the Fed melonggarkan kebijakan moneternya.
“Hal ini pada akhirnya akan mempersempit perbedaan imbal hasil antara AS dan Malaysia, sehingga memberikan dukungan bagi mata uang tersebut,” jelas Wong, yang juga mengatakan ada ruang bagi ringgit untuk memulihkan penurunannya.