Bisnis.com, SURABAYA – PT Pelindo Multi Terminal (SPMT) berkomitmen untuk turut berperan dalam upaya penurunan biaya logistik Indonesia. Salah satu upaya yang akan dilakukan anak usaha PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo ini adalah meningkatkan kinerja pelayanannya.
Direktur Operasi SPMT Arif Rusman Yulianto menjelaskan salah satu tantangan utama dalam menurunkan biaya logistik Indonesia adalah kinerja pelabuhan yang belum optimal. Dia menuturkan, peningkatan kinerja pelabuhan ini masuk dalam tanggung jawab Pelindo Multi Terminal dan juga induk usahanya, Pelindo.
Dia menjelaskan, pelabuhan merupakan salah satu faktor utama yang akan mempengaruhi kelancaran rantai pasok. Oleh karena itu, SPMT berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas pelayanannya kepada para pengguna di pelabuhan-pelabuhan yang ada.
“Dari bidang ini [kinerja pelabuhan] kami bisa turut terlibat dalam menurunkan biaya logistik Indonesia,” kata Arif dalam media gathering di Surabaya, Senin (5/2/2024).
Dia menuturkan, upaya yang dilakukan oleh SPMT dalam peningkatkan kinerja pelabuhan adalah mengurangi waktu tinggal kapal dan bawang bawaan atau port stay dan cargo stay. Dalam hal ini, SPMT berkontribusi dengan mempersingkat jarak antara waktu kedatangan kapal di dermaga hingga keberangkatannya kembali setelah bongkar muat barang atau berth turn around.
Dia menuturkan, penurunan waktu berth turn around ini dilakukan dengan adanya standardisasi layanan pada setiap pelabuhan. Kemudian, SPMT juga memastikan aspek komersial dari pelabuhan tersebut optimal seperti kualitas layanan, revenue sharing, hingga tarif layanan yang kompetitif.
Baca Juga
Selain itu, SPMT juga terus melakukan sistemisasi pada layanannya. Dia menuturkan, layanan-layanan SPMT kini telah terintegrasi melalui aplikasi Pelindo Terminal Operation System – Multipurpose (PTOS-M).
Menurutnya, sistemisasi pada layanan di pelabuhan akan mempermudah baik pelanggan maupun Pelindo Multi Terminal dalam kegiatan operasionalnya.
Dia melanjutkan, menurunnya waktu berth turn around akan berdampak pada meningkatnya waktu berlayar sebuah kapal. Pasalnya, kapal-kapal tersebut tidak perlu bersandar lama di pelabuhan untuk melakukan kegiatan bongkar muat.
Kenaikan waktu berlayar ini juga akan berimbas pada turunnya ongkos operasional yang ditanggung oleh perusahaan pelayaran. Menurutnya, dengan kinerja pelabuhan yang optimal, perusahaan pelayaran tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk bahan bakar dan juga awak selama kapal tersebut bersandar.
“Dari semua upaya yang kami lakukan ini diharapkan akan berimbas pada penurunan biaya logistik per unitnya,” jelasnya.
Adapun, Arif menambahkan SPMT mencatatkan pertumbuhan kinerja operasional sepanjang 2023 lalu. Secara terperinci, arus barang curah kering seperti batubara, bijih besi, gula, kedelai, dan lainnya naik 5,9% secara year on year (yoy) sebesar 55,13 juta ton.
Kemudian, arus barang curah cair seperti kelapa sawit dan bahan kimia lain adalah sebesar 30,37 juta ton sepanjang 2023. Catatan tersebut naik sekitar 8,9% dibandingkan dengan perolehan 2022 lalu.
Selanjutnya, arus kendaraan yang dilayani SPMT mencapai 1,55 juta unit, atau naik 8,4% diabndingkan catatan pada 2022. Kemudian, arus barang berupa gas naik 49,8% dibandingkan dengan 2022 menjadi 13.189 juta BBTU.
Sementara itu, arus general & bag cargo terpantau naik 9,8% pada 2023 menjadi 25,28 juta ton/m3. Selanjutnya, arus petikemas terpantau naik 1,1 persen menjadi 429.000 twenty-foot equivalent unit (TEUS).
Terkait hal tersebut, pengamat maritim Saut Gurning mengatakan, sistemisasi layanan yang dilakukan SPMT melalui PTOS-M menjadi alat bantu perusahaan dalam proses memonitor kinerja pelabuhan. Menurutnya, sistematisasi melalui aplikasi tersebut berpotensi menekan dampak biaya jasa logistik.
Saut mengatakan, penurunan biaya tersebut terutama akan terjadi pada komponen biaya layanan kepelabuhanan untuk trafik kargo dan kapal tipe non-petikemas khususnya kluster barang umum (general-cargo), curah kering, curah cair, kendaraan, dan penyeberangan.
Saut mengatakan, layanan PTOS-M kini juga telah terintegrasi dengan platform buatan Pelindo lainnya, Phinnisi, dalam kegiatan bongkar-muat di dermaga. Bentuk integrasi tersebut adalah adanya surat pemberitahuan mulai kerja (SPMK) yang menjadi dasar rujukan seragam antara operator peralatan, truk atau lainnya dalam melakukan rangkaian jasa bongkar-muat.
Saut menambahkan, ke depannya SPMT masih memiliki ruang rasionalisasi yg dapat dilakukan di berbagai terminal kluster non-petikemas kelompok SPMT. Dia mengatakan, hal ini salah satunya dapat dilakukan lewat penguatan konektivitas pelayaran.
"SPMT juga dapat meningkatkan konektivitas sumber belakang kargo [hinterland] yang sinergis dengan layanan jasa kepelabuhanan eksis secara tradisional," kata Saut.
Saut mengatakan, dengan perbaikan dan peningkatan dua sisi konektivitas ini, pelabuhan-pelabuhan di bawah kelompok SPMT dapat memperbaiki komponen biaya hinterland. Pasalnya, Saut mengatakan biaya hinterland selama ini cukup menjadi momok bagi pemilik barang.
Selanjutnya, SPMT juga perlu melakukan perbaikan dalam pemillihan operator atau agen pelayaran utk pelayanan di atas dengan level waktu serta biaya sandar kapal saat bongkar-muat kompetitif di level nasional dan internasional.