Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan anggaran jumbo untuk belanja pada pos perlindungan sosial atau bansos tahun lebih tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Lantas, benarkah anggaran bansos jelang Pilpres 2024 cetak rekor tertinggi sepanjang sejarah?
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat alokasi anggaran untuk belanja perlindungan sosial (perlinsos) untuk tahun anggaran 2024 adalah sebesar Rp496,8 triliun.
Alokasi anggaran tersebut meningkat Rp53,3 triliun dari realisasi anggaran pada 2023 yang sebesar Rp443,5 triliun, atau tumbuh 12,02% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Untuk diketahui, alokasi anggaran perlindungan sosial tahun ini juga hampir menyamai anggaran perlindungan sosial pada 2020 yang terealisasi sebesar Rp498,0 triliun saat terjadi krisis pandemi Covid-19.
Untuk menjaga daya beli masyarakat miskin dan rentan akibat kegiatan ekonomi yang terhenti saat itu, pemerintah bahkan menyiapkan program Pemulihan Ekonomi Nasional, di mana belanja perlindungan sosial menjadi salah satu prioritas utama.
Mengutip laman resmi Kemenkeu, beberapa bantuan sosial yang dilangsungkan saat krisis pandemi, diantaranya Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa, Bansos Tunai, dan Sembako, termasuk juga bantuan tidak langsung seperti diskon tarif listrik dan Kartu Pra Kerja yang disiapkan dengan total anggaran mencapai Rp203,9 triliun.
Baca Juga
Setelah krisis yang menghantam pada 2020, anggaran perlindungan sosial pun cenderung menurun. Pada 2021, anggaran perlindungan sosial turun 6% dengan realisasi sebesar Rp468,2 triliun.
Pada 2022, realisasi anggaran pos ini juga kembali turun, sebesar 1,6% menjadi Rp460,6 triliun. Sementara realisasi anggaran pada 2023 turun 3,71% secara tahunan.
Utak-atik APBN Demi Bansos jelang Pemilu 2024
Sebagaimana diketahui, anggaran perlinsos pada 2024 yang meningkat tinggi kerap mendapat kritikan. Pasalnya, tidak ada alasan yang kuat bagi pemerintah untuk menaikkan alokasi anggaran perlinsos yang jumlahnya hampir menyamai saat periode krisis pandemi Covid-19 di 2020.
Pemerintah juga terkesan terburu-buru dalam menetapkan dan menyalurkan bantuan sosial di awal tahun ini, mendekati Pemilu yang ditetapkan pada 14 Februari mendatang.
Pada konferensi pers hasil High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) akhir Januari 2024, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan bahwa pemerintah akan melanjutkan program bantuan pangan hingga Juni 2024 dan bantuan langsung tunai hingga Maret 2024.
Airlangga menegaskan program tersebut menggantikan program bansos El Nino yang telah dijalankan pada akhir 2023. BLT El Nino juga berganti nama menjadi BLT mitigasi risiko pangan.
“Bantuan langsung tunai dengan judul mitigasi risiko pangan untuk 3 bulan dan itu akan dievaluasi 3 bulan lagi dan 3 bulan pertama nanti diberikan sekitar bulan Februari yang besarnya Rp200.000 per bulan,” kata Airlangga pada Senin (29/1/2024).
Pemerintah beralasan, pemberian bansos ini sebagai salah satu upaya untuk mengendalikan laju inflasi pangan, di mana pada tahun ini pemerintah menargetkan inflasi pangan bisa terjaga tingkat di bawah 5%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa pemerintah telah menetapkan alokasi anggaran Rp11,25 triliun untuk penyaluran BLT 3 bulan tersebut.
“Kalau untuk 3 bulan itu Rp11,25 triliun untuk 18 juta KPM [keluarga penerima manfaat],” katanya.
Sri Mulyani mengatakan BLT mitigasi risiko pangan untuk periode Januari-Maret ini akan disalurkan secara langsung atau dirapel, sehingga masing-masing KPM akan menerima BLT Rp600.000 pada Februari 2024.
Setelah penyaluran untuk 3 bulan tersebut, pemerintah ke depan akan melakukan evaluasi terkait dengan kelanjutan BLT untuk periode 3 bulan setelahnya, April hingga Juni 2024.
Perlu diketahui, anggaran Rp11,25 triliun itu belum termasuk anggaran untuk program bantuan pangan, pembagian beras 10 kg untuk 22 juta penerima untuk periode hingga Juni 2024.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyampaikan bahwa sebagian besar anggaran bantuan sosial telah ditetapkan dalam APBN 2024.
Untuk beberapa perubahan tersebut, pemerintah berencana melakukan realokasi anggaran. Namun, pemerintah belum memastikan anggaran untuk program tambahan ini apakah termasuk dalam alokasi perlinsos Rp496,8 triliun yang sudah ditetapkan sebelumnya.
“Ini kan memang ada beberapa perubahan-perubahan yang mungkin sifatnya merespons kondisi yang ada di masyarakat dan global, nah ini tentunya kita akan carikan [anggaran untuk BLT dan bantuan pangan] dan itu APBN-nya akan tetap bisa fleksibel,” jelasnya.
Febrio mengatakan, APBN sendiri yang merupakan shock absorber sifatnya fleksibel. Sehingga, APBN selalu siap jika ada kebutuhan di masyarakat yang meningkat akibat gejolak di perekonomian, terutama dari sisi global.
“Jadi APBN kita kan fleksibel dan kita selalu antisipasi kebutuhan-kebutuhan. Lihat saja kita mengelola APBN selama beberapa tahun terakhir,” tuturnya.
Jokowi Turun Gunung Bagikan Bansos
Aksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang rela blusukan kesana demi membagi-bagikan langsung bantuan sosial (bansos) ke masyarakat menuai sorotan banyak pihak.
Ada tudingan bahwa, langkah bagi-bagi bansos Jokowi itu adalah bagian dari akrobat politik jelang pemilihan umum atau pemilu 2024, 14 Februari mendatang.
Meski demikian kabar itu langsung dibantah oleh pihak Istana. "Tidak ada kaitannya dengan pemilu," ujar Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana awal Januari lalu.
Jokowi belakangan ini memang kerap melakukan kunjungan kerja ke sejumlah daerah, terutama Jawa Tengah (Jateng) untuk mengecek penyaluran bantuan sosial (bansos). Jateng adalah basis pemilih PDI Perjuangan (PDIP).
Aksi bagi-bagi bansos Jokowi itu juga tidak mengajak atau mengikutsertakan Menteri Sosial Tri Rismaharini, kader PDIP yang seharusnya berurusan dengan praktik bagi-bagi bansos tersebut. Ari Dwipayana mengklaim fokus dari kunjungan kerja Jokowi ke Jateng untuk meninjau program perlindungan sosial dari pemerintah.
“Ya, beliau melihat kembali berapa program perlindungan sosial yang sudah dicanangkan sejak periode pertama,” ujarnya kepada wartawan di gedung Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg), Senin (22/1/2024).
Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah mengatakan intensitas Presiden Jokowi membagikan bansos jelang Pemilu 2024, yang mana salah satu kontestan dari Pemilu adalah anak pertamanya, Gibran Rakabuming Raka, sebenarnya sudah menjadi kontroversi.
“Sebagian besar mengingatkan agar Bapak Presiden tidak terlibat konflik kepentingan lebih dalam dalam pilpres 2024 dengan memanfaatkan bansos,” katanya kepada Bisnis, Selasa (30/1/2024).
Bansos untuk Tekan Inflasi atau Naikkan Elektabilitas?
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai bahwa program bantuan sosial yang digulirkan pemerintah bukanlah solusi utama dalam menekan inflasi.
Yusuf menjelaskan faktor yang mendorong inflasi relatif bervariasi dan umumnya karena masalah kenaikan harga pangan dan harga komoditas global, juga masalah tata kelola distribusi barang dan beberapa masalah lainnya yang menjadi faktor utama inflasi.
“Sementara bantuan sosial ini lebih kepada memastikan bahwa kelompok yang dinilai rentan ketika terjadi kenaikan harga, itu tetap terjaga daya belinya sehingga dengan bantuan ini mereka tetap bisa melakukan pola konsumsi yang mereka lakukan tanpa harus terus saya belinya dengan kenaikan harga,” jelasnya.
Yusuf mengatakan, dalam beberapa studi, program bantuan sosial disebutkan menjadi salah satu program yang memang membantu pemerintah dalam menyelesaikan masalah kemiskinan.
Hal ini pun tercermin dari data di dalam negeri, di mana saat anggaran bantuan sosial naik, tingkat kemiskinan juga relatif menurun, terutama sebelum pandemi terjadi pada 2020 lalu.
Menurutnya, yang tidak kalah penting juga, yaitu memastikan penyaluran bantuan sosial dengan nilai anggaran yang besar, itu tepat sasaran.
Hal ini mengingat masalah error yang kerap ditemukan dalam beberapa tahun terakhir yang tentunya akan mengurangi optimalitas bantuan sosial dalam mencapai targetnya, yaitu untuk menurunkan tingkat kemiskinan.
“Dalam arti mereka yang memang membutuhkan, itu yang mendapatkan bantuan tersebut,” jelas Yusuf.