Bisnis.com, JAKARTA - Pabrik biomethane compressed natural gas (bio-CNG) skala komersial pertama di Indonesia resmi beroperasi. Fasilitas yang berlokasi di perkebunan kelapa sawit milik PT United Kingdom Indonesia Plantation (AEP Group) Blangkahan, Langkat, Sumatra Utara ini diresmikan pada Senin (22/1/2024), setelah melewati proses pembangun selama kurang lebih 1 tahun 3 bulan.
Pabrik ini dibangun oleh PT KIS Biofuels Indonesia dan merupakan bagian dari 25 pabrik bio-CNG yang akan dibangun selanjutnya oleh KIS Group dengan total kapasitas 387.000 M3.
"Kami sangat mengapresiasi atas keberhasilan proyek pembangunan bio-CNG plant pertama yang telah dilaksanakan oleh KIS Group di Langkat ini. Kami berharap plant bio-CNG ini akan berjalan dengan baik dan memberikan kontribusi signifikan dalam mendukung transisi energi di Indonesia, khususnya dalam rangka pemanfaatan biogas menjadi energi," ujar Direktur Bioenergi, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Edi Wibowo dalam sambutannya, dikutip dari siaran pers, Selasa (23/1/2024).
Edi menyampaikan, Kementerian ESDM telah menyusun Grand Strategi Energi Nasional (GSEN) sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap konsumsi energi fosil, di antaranya terobosan yang sedang dalam tahap kajian adalah pemanfaatan biogas skala besar atau industri sebagai pengganti LPG, yakni bio-CNG atau CBG (compressed biomethane gas).
Untuk mengembangkan bio-CNG, Kementerian ESDM melakukan berbagai upaya seperti menerbitkan SNI 9164 Biometana untuk Bahan Bakar pada 2023 bersama BSN, serta melakukan go live dan launching Perizinan Berusaha KBLI 35203 pengadaan gas bio yang mengampu perizinan bahan bakar biogas sebagai bahan bakar bersama Kementerian BKPM.
Selain itu, Kementerian ESDM melakukan kerja sama dengan beberapa mitra dalam rangka mengembangkan proyek bio-CNG melalui proyek pembangunan plant, pengerjaan pre-feasibility study, kajian keekonomian, kajian kebijakan tata niaga dan kajian industri serta bahan baku bio-CNG.
Baca Juga
Edi berharap dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, bio-CNG dapat dimanfaatkan untuk menggantikan LPG non-subsidi untuk sektor industri dan komersil (12 dan 50 kg) sehingga dapat menjadi salah satu opsi solusi dalam usaha pemerintah menurunkan impor LPG.
Sementara itu, CEO PT KIS Biofuel Indonesia Ragunath berharap Indonesia akan menjadi penghasil bio-CNG terbesar di Asia.
"Saya ingin mengucapkan terima kasih terhadap Unilever, AEP, dan KIS Group untuk dukungan yang luar biasa. Saya percaya Indonesia," ujarnya.
Berdasarkan catatan Bisnis, KIS Group menargetkan pembangunan 25 pabrik bio-CNG di Sumatra Utara dengan total nilai investasi mencapai US$110 juta. Pembangunan sejumlah pabrik tersebut ditargetkan rampung pada Desember 2024. Proyek ini diklaim akan mampu mengurangi emisi karbon sebesar 3,7 juta ton CO2 per tahun dan menghasilkan 3,7 juta kredit karbon per tahun.
Sementara itu, produk bio-CNG dari proyek ini akan dibeli dengan kontrak jangka panjang oleh PT Unilever Oleochemical Indonesia untuk menggantikan bahan bakar fosil. Unilever akan menjadi yang pertama di Indonesia maupun Asia yang menggunakan bio-CNG untuk menggantikan bahan bakar fosil dalam skala besar.