Bisnis.com, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyoroti masih maraknya pengaduan pelanggan PLN terkait dengan persoalan listrik.
Laporan YLKI terbaru mencatat ada 23 pengaduan konsumen terkait kelistrikan sepanjang 2023. Jumlah itu mencakup 2,4% dari total pengaduan konsumen yang diterima YLKI sepanjang tahun lalu sebanyak 943 pengaduan.
Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI, Rio Priambodo merinci persoalan kelistrikan yang banyak dikeluhkan konsumen yakni mengenai Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) dengan persentase pengaduan mencapai 54,2%.
Selanjutnya diikuti pengaduan masalah pemadaman listrik 12,5%, tagihan tidak sesuai 8,3%, keterlambatan pembayaran 8,3%, refund 4,2%, permohonan keringanan 4,2%, pemutusan listrik 4,2%, dan biaya administrasi 4,2%.
"Persoalan listrik yang paling tinggi masih P2TL, karena di 2023 masih banyak masyarakat yang kena P2TL," ujar Rio di Kantor YLKI, Selasa (23/1/2024).
Menurut Rio, selama ini PLN cenderung menunda-nunda dalam menindak P2TL. Hal itu justru menyebabkan tagihan denda kepada konsumen menjadi sangat besar.
Baca Juga
Seharusnya, kata Rio, PLN dan ESDM memiliki sistem yang aktual untuk mendeteksi adanya penyimpangan dalam penggunaan listrik di kalangan konsumen lebih cepat.
"Seharusnya, P2TL ini tidak makan waktu 5-10 tahun baru ditertibkan. Kalau aktual infonya dan sistemnya canggih, maka terdeteksi hari ini langsung negur enggak perlu nunggu sampai dendanya puluhan juta [rupiah] baru ditindak. Itu dapat merugikan konsumen dan pelaku usaha," jelas Rio.
Lebih lanjut, YLKI juga mengusulkan adanya perubahan proses bisnis operasi P2TL. Kementerian BUMN, kata Rio, harus turun tangan membenahi persoalan di perusahaan tunggal penyedia listrik di Indonesia tersebut.
"Kita meminta PLN untuk tidak meng-outsourching-kan P2TL dan tidak menjadikan P2TL sebagai target," ucap Rio.