Bisnis.com, JAKARTA – Arab Saudi masih mempertimbangkan tawaran untuk menjadi anggota BRICS.
Sebagaimana diketahui, BRICS pada Agustus tahun lalu mengundang Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Mesir, Iran, Argentina, dan Ethiopia untuk bergabung mulai 1 Januari 2023.
Dua sumber Reuters menyampaikan bahwa 1 Januari bukan tenggat waktu untuk mengambil keputusan. Salah satu sumber mengatakan status keanggotaan BRICS memberikan keuntungan yang kuat karena anggota seperti China dan India merupakan mitra dagang terbesar Arab Saudi.
"Arab Saudi sedang mengkaji manfaat-manfaatnya dan kemudian akan mengambil keputusan, ada proses yang sedang berlangsung," kata salah satu sumber, dilansir melalui Reuters, Jumat (19/1/2024).
Perluasan keanggotaan BRICS dinilai akan menambah kekuatan ekonomi kelompok tersebut. Hal ini juga dapat memperkuat ambisi mereka untuk menjadi juara di negara-negara Selatan.
Menteri Ekonomi Arab Saudi Faisal Al-Ibrahim mengkonfirmasi bahwa kerajaan ini masih dalam proses pengambilan keputusan untuk bergabung dengan blok ini.
Baca Juga
"Kerajaan adalah bagian dari banyak platform multilateral dan institusi multilateral dan setiap kali kerajaan diundang ke dalam salah satu dari mereka, kerajaan akan melalui sebuah proses yang merupakan proses multi-langkah dan pada akhirnya sebuah keputusan akan diambil," katanya.
"Saat ini kami sedang dalam proses yang sama dan saya akan memberikan komentar pada akhirnya”.
Pemerintah Arab Saudi masih mempertimbangkan pilihannya dengan mengingat meningkatnya ketegangan geopolitik antara AS, China, dan Rusia, dan karena hubungan kerajaan yang menghangat dengan Beijing telah menimbulkan kekhawatiran di Washington.
Terlepas dari hubungannya yang kuat dengan AS, Arab Saudi juga semakin mengejar jalurnya sendiri karena khawatir bahwa pemerintah AS kurang berkomitmen terhadap keamanan Teluk dibandingkan dengan masa lalu.
"Meskipun secara resmi bergabung dengan kelompok ini menguntungkan bagi ekonomi Arab Saudi, namun harus mempertimbangkan dengan cermat implikasi politik yang mungkin terjadi pada hubungannya dengan negara-negara besar lainnya," kata Direktur Jenderal Pusat Penelitian Keamanan di Universitas Arab Naif untuk Ilmu Keamanan Hesham Alghannam.
"Arab Saudi bertujuan untuk menjaga jarak yang sama dengan semua negara besar dan, saat ini, kerajaan tidak ingin mengirimkan sinyal apa pun yang dapat disalahartikan oleh pihak mana pun," lanjutnya.