Bisnis.com, JAKARTA - JPMorgan Chase & Co. mencatat peningkatan upaya serangan peretas yang mencoba untuk menyusup ke dalam sistemnya, seiring dengan lonjakan kejahatan dunia siber global di pasar keuangan.
Hal ini diungkapkan oleh pemimpin divisi manajemen aset dan kekayaan JPMorgan, Mary Callahan Erdoes, dalam sebuah panel di Forum Ekonomi Dunia (WEF) 2024 di Davos, Swiss, pada Rabu (17/1/2024).
“Para penipu menjadi lebih pintar, lebih cerdas, lebih cepat, lebih licik, lebih nakal,” jelasnya seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (18/1).
Untuk itu, menurut Erdoes, tugas untuk masing-masing terkait permasalahan tersebut adalah perlunya untuk mengambil satu langkah lebih awal.
JPMorgan kemudian memberikan klarifikasi terkait komentar Erdoes mengenai jumlah peretas yang mencoba menyusup setiap harinya, menyebut bahwa aktivitas yang diamati berkisar dari aset teknologi mereka dan kemudian diproses oleh infrastruktur pemantauan.
“Contoh aktivitas dapat mencakup login pengguna seperti desktop virtual karyawan, dan aktivitas pemindaian, yang seringkali sangat otomatis dan tidak ditargetkan,” jelas juru bicara JPMorgan, Joseph Evangelisti.
Baca Juga
Dengan meningkatnya ketegangan geopolitik secara global setelah invasi Rusia ke Ukraina hampir dua tahun lalu, bank-bank menghadapi lonjakan insiden siber.
Dalam survei KPMG pada 2023, lebih dari 70% pemimpin bank mengatakan bahwa kejahatan dan ketidakamanan dunia maya merupakan kekhawatiran yang mendesak bagi organisasi mereka.
Erdoes mengatakan bahwa JPMorgan kini menghabiskan sekitar US$15 miliar atau sekitar Rp234 triliun untuk teknologi setiap tahunnya, sebuah upaya untuk meningkatkan pertahanan dunia maya.
Adapun, angka tersebut meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Sebelumnya JPMorgan mengatakan bahwa pihaknya menghabiskan sekitar US$14,3 miliar untuk teknologi pada 2022.
Erdoes juga mengatakan bahwa perusahaannya memiliki hampir 62.000 ahli teknologi yang juga membantu mengamankan sistemnya.