Bisnis.com, JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai kebijakan penerapan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) pajak hiburan, tidak tepat dilakukan pada 2024. Sebab, kondisi iklim bisnis masih dalam tahap pemulihan.
Ketua Umum Kadin DKI Jakarta Diana Dewi mengatakan keluarnya Peraturan Daerah (Perda) No.1/2024 tentang PDRD yang mencakup pajak hiburan 40%, menunjukkan pemerintah kurang peduli terhadap para pelaku usaha.
"Hanya demi menaikkan pendapatan asli daerah (PAD), Pemprov DKI terkesan menutup mata terhadap kondisi korporasi dan pelaku bisnis," kata Dewi, Selasa (16/1/2024).
Diana menerangkan bahwa kondisi berbagai lini bisnis, termasuk sektor jasa hingga pariwisata masih belum pulih total pascapandemi selama hampir 3 tahun. Pemulihan usaha membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Adapun, Diana menyebut ada berbagai sektor usaha yang baru efektif bergeliat dalam setahun terakhir. Meskipun, masih dihadapi berbagai tantangan panasnya kondisi geopolitik, perang Rusia-Ukraina dan Israel-Hamas yang membuat perekonomian dalam negeri belum sepenuhnya stabil.
"Sekitar November 2023, pada pengusaha diperhadapkan pada desakan menaikkan upah para pekerja, tiba-tiba di awal 2024, sudah keluar aturan itu," ujarnya.
Baca Juga
Kondisi ini membuat pelaku usaha terimpit berbagai tekanan. Apalagi, tahun politik 2024 diprediksi mengakibatkan goncangan perekonomian nasional.
Menurut Diana, apabila pemerintah bijaksana, semestinya regulasi tersebut tidak dikeluarkan saat ini, melainkan menunggu kondisi stabil.
"Saat ini saja, daya beli masyarakat sudah menurun, belum kembali pada kondisi seperti sebelum pandemi. Kenaikan tarif pajak tentu akan memberatkan para pelaku usaha," tuturnya.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah melalui UU No. 1/2022 telah menetapkan PBJT atas jasa hiburan untuk penjualan atau konsumsi barang dan jasa tertentu seperti makanan dan minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, dan jasa kesenian dan hiburan. Tarif PBJT ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.
Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau SPA, ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.
DKI Jakarta menetapkan pajak hiburan untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/SPA sebesar 40%. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) No.1/2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
"Pengenaan tarif atas pajak hiburan sama saja secara perlahan mematikan bisnis tersebut. Namanya, pengusaha tentu orientasinya cari untung, tapi bukan berarti kami mengabaikan pajak. Tapi bila pajak yang diwajibkan terlalu besar juga pengusaha bisa mundur," terangnya.
Di sisi lain, Kadin Jakarta menyarankan pemerintah melakukan terobosan dan inovasi lain untuk meningkatkan PAD, bukan menggerus usaha dengan menaikkan pajak yang tinggi.
Alih-alih mengerek pajak, pemerintah mestinya membantu para pengusaha memberi stimulus dan keringanan, baik itu pinjaman maupun bunga bank. Dengan begitu, proyeksi usaha bisa ditingkatkan dan diperluas, sejingga membuat pembayaran pajak akan semakin besar.
Kadin Jakarta menyarankan Pemprov DKI Jakarta menunda penerapan Peraturan Daerah Nomor 1/2024 sampai kondisi perekonomian stabil atau setelah pesta demokrasi usai.
"Kalau dipaksakan, saya khawatir banyak perusahaan akan tutup dan tentu angka pengangguran akan meningkat. Kami berharap Pemprov DKI tidak kehilangan empati terhadap nasib para pengusaha di Jakarta," pungkasnya.