Bisnis.com, JAKARTA — Produksi gas dari proyek strategis nasional (PSN) Jambaran Tiung Biru (JTB) saat ini berada pada kisaran 110 juta standar kaki kubik gas (MMscfd). Terdapat selisih yang cukup lebar dari kapasitas produksi yang berada di level 192 MMscfd.
Direktur Utama Pertamina EP Cepu Endro Hartanto mengatakan, perseroan terpaksa menurunkan produksi dari lapangan JTB lantaran keterbatasan kemampuan serap dari sejumlah pembeli atau buyer terkontrak.
“Saat ini, secara operasi JTB sudah dapat menyalurkan 192 MMscfd. Namun, harus menurunkan kembali pasokannya karena keterbatasan market,” kata Endro saat dihubungi, Selasa (9/1/2024).
Sebelumnya, Pertamina telah mengamankan perjanjian jual beli gas atau PJBG untuk lapangan JTB dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN dengan volume 100 MMscfd, PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) sebesar 72 MMscfd, dan PT Petrokimia Gresik dengan kontrak 15 MMscfd sampai dengan 19,8 MMscfd (swing). Sisanya, volume gas sekitar 0,2 MMscfd disalurkan menuju jaringan gas atau jargas Lamongan.
Dengan demikian, kata Endro, keseluruhan gas dari JTB telah terkontrak atau telah memiliki pembeli. Dia menegaskan Pertamina tidak dalam posisi untuk menawarkan gas tersebut kepada pembeli baru.
“Optimasi penyerapan gas JTB memerlukan komitmen dari PLN, PGN, dan PKG [PT Petrokimia Gresik] yang sudah memiliki alokasi gas dan menandatangani PJBG,” kata dia.
Baca Juga
Seperti diberitakan sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tengah mengevaluasi alternatif pemanfaatan kelebihan pasokan atau oversupply gas dari lapangan migas di Jawa Timur.
Sejumlah alternatif yang saat ini tengah dikaji di antaranya pembangunan kilang mini gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG), compressed natural gas (CNG), hingga diarahkan untuk liquefied petroleum gas (LPG).
“Hal tersebut yang sedang dievaluasi oleh SKK Migas,” kata Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas, Kurnia Chairi saat dihubungi, Selasa (9/1/2024).
Selain itu, Kurnia mengatakan, pemerintah turut mendorong tumbuhnya industri-industri baru seperti pabrik metanol yang potensial untuk menyerap kelebihan pasokan gas tersebut saat ini.
Berdasarkan data SKK Migas per Oktober 2023, lifting gas dari lapangan-lapangan Jawa Timur berada di level rata-rata 747 MMscfd. Kendati demikian, kemampuan serap dari industri hilir seperti PLN, PGN, Petrokimia Gresik dan konsumen lainnya hanya berkisar 565 MMscfd.
Berdasarkan proyeksi yang disampaikan SKK Migas, sejumlah wilayah kerja (WK) gas di Jawa Timur bakal sampai pada titik puncak produksi pada rentang tahun 2024 hingga 2026 mendatang.
Saat itu, kondisi pasokan gas berlebih atau oversupply di wilayah Jawa Timur diperkirakan mencapai 200 MMscfd. Pasokan berlebih itu diidentifikasi berasal dari sejumlah lapangan prospektif di antaranya Jimbaran Tiung Biru (sekitar 192 MMscfd), HCML Sampang (sekitar 100 MMscfd), Medco Paus Biru (sekitar 30 MMscfd), PCK2L Bukit Panjang Sampang (sekitar 50 MMscfd), Energi Mineral Langgeng Sumenep (sekitar 30 MMscfd) dan MGA Utama Energi Sumenep (sekitar 40 MMscfd dan 7.000 bopd).