Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Subsidi Pupuk Rp14 Triliun Jokowi Diragukan Bisa Genjot Produksi Padi

Subsidi pupuk Rp14 triliun yang digelotorkan Presiden Jokowi dinilai belum tentu bisa genjot produksi padi.
Petani padi melakukan pemupukan di lahan sawahnya dengan pupuk urea bersubsidi. istimewa
Petani padi melakukan pemupukan di lahan sawahnya dengan pupuk urea bersubsidi. istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Tambahan anggaran subsidi pupuk sebanyak Rp14 triliun pada 2024 dinilai tidak serta-merta mampu mendongkrak produksi padi. Klaim Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun diragukan.

Guru Besar IPB University sekaligus Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), Dwi Andreas Santosa menyebut tidak ada korelasi antara anggaran subsidi pupuk dengan produksi padi di Indonesia. Pasalnya, merujuk data belanja pupuk subsidi pemerintah dengan produksi padi justru menunjukkan sebaliknya.

Sebagai contoh, menyitir data Kementerian Keuangan yang dihimpun DataIndonesia.id, realisasi belanja subsidi pupuk pada 2013 sebesar Rp17,62 triliun, kemudian meningkat dua kali lipat pada 2019 sebesar Rp34,31 triliun.

Sementara itu, merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi pada 2013 mencapai 71,28 juta ton gabah kering giling (GKG). Namun, saat belanja subsidi pupuk naik dua kali lipat pada 2019, produksi padi justru anjlok signifikan, yakni hanya mencapai 54,6 juta ton GKG.

"Pertanyaan besar kita dengan peningkatan anggaran pupuk subsidi tersebut, apakah terjadi kenaikan produksi? Ternyata tidak, malah turun," ujar Andreas saat dihubungi, Rabu (3/1/2024).

Sejumlah persoalan disebut menjadi faktor dibalik tidak efektifnya pupuk subsidi terhadap peningkatan produksi padi. Andreas membeberkan, berdasarkan kajian yang ada menunjukkan adanya kebocoran atau penyelewengan penyaluran pupuk subsidi di lini IV. Angka kebocoran itu tidak kecil, yakni mencapai 20% dari volume pupuk yang semestinya diterima petani.

"Kebocoran penyaluran pupuk subsidi di lini IV sampai 20%, kalau katakanlah rata-rata subsidi pupuk Rp30 triliun berarti uang yang seharusnya milik petani ditilep sebanyak Rp6 triliun," ungkapnya.

Di sisi lain, bukan hanya penyelewengan yang menjadi persoalan penyaluran pupuk bersubsidi. Andreas menyebut alokasi dan waktu yang tidak tepat menjadikan program yang dianggap populis itu kian runyam di lapangan.

"Ketika petani butuh pupuk enggak ada, ketika petani enggak butuh pupuk melimpah, itu kan sering dikeluhkan petani. Belum lagi soal ketepatan jumlah," jelasnya.

Oleh karena itu, Andras menegaskan bahwa penyaluran bantuan langsung tunai kepada petani sebagai modal produksi akan lebih efektif ketimbang pupuk bersubsidi. Musababnya, selama ini anggaran subsidi diberikan kepada produsen pupuk sebelum sampai ke tangan petani.

"Sejak 2014 kami usulkan subsidi dialihkan secara direct, pembayaran langsung ke petani. Dengan begitu, mereka [petani] bisa merencanakan produksi," ucapnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menambah anggaran pupuk subsidi periode 2024 hingga Rp14 triliun dan diklaim mampu menekan impor beras maupun pangan lainnya.

Dengan tambahan anggaran hingga Rp14 triliun, Jokowi optimistis tidak akan ada masalah lagi ihwal pupuk bersubsidi tahun ini. Selain itu, dia percaya diri dengan tambahan pupuk bersubsidi, nantinya produksi beras akan lebih merata di seluruh wilayah.

Di sisi lain, Jokowi mengklaim bahwa penambahan anggaran pupuk bersubsidi untuk 2024 juga dapat menekan impor beras dan pangan lainnya karena produksi yang lebih mumpuni. Pasalnya, pertambahan penduduk nasional mencapai 4-4,5 juta jiwa setiap tahunnya.

"Yang kita harapkan adalah tidak impor beras lagi tapi itu dalam prakteknya sangat sulit karena produksi kita ini selalu tidak mencapai [target]. Semua butuh makan penduduk kita sekarang sudah hampir 280 juta jiwa, semuanya butuh semuanya butuh beras," ujar Jokowi, Selasa (2/1/2024).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dwi Rachmawati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper