Bisnis.com, JAKARTA - Tahun 2024 tinggal menghitung jam. Perekonomian global sepanjang tahun 2023 telah mengalami berbagai fenomena dan peristiwa, mulai dari ketegangan geopolitik dan soal suku bunga. Bagaimana perekonomian global akhir-akhir ini menjelang pergantian tahun?
Baru-baru ini terdapat serangan yang dilakukan oleh Houthi terhadap kapal-kapal yang transit di jalur pelayaran utama, yakni Laut Merah. Hal ini membuat beberapa perusahaan pelayaran besar menghindari jalur air tersebut.
Adapun, keputusan lima perusahaan pelayaran peti kemas terbesar di dunia, dengan 65% kapasitas global, untuk menangguhkan transit melalui jalur tersebut berarti biaya pengiriman menjadi lebih tinggi dan jangka waktu pengiriman yang lebih lama. Namun, menurut Bloomberg Economics, dampaknya terhadap inflasi di Eropa mungkin akan terbatas.
Kemudian, bank sentral Amerika Serikat (AS) mempertahankan suku bunga acuan federal fund rate (FFR) berada di kisaran 5,25%-5,5% dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang berakhir pada 13 Desember 2023.
Ukuran inflasi dasar yang dipilih bank sentral AS hampir tidak meningkat pada November 2023 dan tertinggal satu tingkat dari target pembuat kebijakan sebesar 2%, sehingga memperkuat fokus bank sentral terhadap penurunan suku bunga tahun depan.
Jumlah investasi asing ke China juga menurun pada November 2023 ke level terendah dalam empat tahun terakhir dengan menggarisbawahi bagaimana ketegangan geopolitik dan perlambatan ekonomi telah menjadi faktor yang meyakinkan para perusahaan-perusahaan asing untuk memperlambat ekspansinya.
Baca Juga
Sedangkan, terkait properti, berdasarkan konsensus dari 10 bank investasi dan pialang sekuritas, termasuk Goldman Sachs Group Inc., Morgan Stanley dan UBS Group AG, kemerosotan konstruksi perumahan di China akan terus berlanjut pada 2024.
Hal ini kemudian menandakan bahwa perlambatan tersebut juga akan melemahkan laju pertumbuhan ekonomi dan upaya pemerintah untuk menstabilkan sektor tersebut masih belum cukup untuk membalikkan penurunan tersebut.
Suku bunga dasar kredit (LPR) China satu tahun juga dipertahankan pada 3,45%. LPR lima tahun tidak berubah pada 4,20%.
Kemudian, beralih ke negara di Asia lainnya, bank sentral Jepang yakni BOJ tetap mempertahankan suku bunganya negatif dan tidak memberikan paduan apakah mereka akan membatalkan kebijakan tersebut pada 2024.
BOJ mempertahankan suku bunga jangka pendek di -0,1% dan mempertahankan parameter pengendalian kurva imbal hasil dalam keputusan bulat pada akhir pertemuan yang berlangsung selama dua hari.
Ekspor Singapura kembali mengalami pertumbuhan untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu tahun, meskipun pertumbuhan ini bukan merupakan tanda pemulihan permintaan eksternal.
Adapun, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan sebesar 6% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI 20 dan 21 Desember 2023, konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability.
Kemudian, beralih ke Eropa, ekspektasi bisnis Jerman juga memburuk untuk pertama kalinya sejak Agustus 2023 sehingga melemahkan harapan bahwa pemulihan negara dengan perekonomian terbesar di Eropa akan terjadi pada awal tahun depan.
Adapun, Jerman juga akan menjual lebih sedikit surat utang federal tahun depan karena pemerintah terus mengurangi bantuan yang dialokasikan untuk mengimbangi dampak pandemi Covid-19 dan krisis energi.
Untuk di pasar berkembang, bank sentral Paraguay menurunkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) lebih besar dari perkiraan, setelah mencapai target inflasi pada awal 2023.
Dengan melambatnya inflasi di sebagian besar Amerika Latin juga telah memungkinkan Brazil, Chile dan Uruguay untuk memberhentikan beberapa kampanye pengetatan moneter paling agresif di dunia setelah adanya pandemi ini.
Bank sentral Brazil juga menegaskan bahwa jalan yang perlu dihadapi masih panjang untuk mengembalikan inflasi dapat kembali ke target dan memperingatkan bahwa pola cuaca El Nino mungkin memiliki dampak yang lebih besar terhadap harga pangan daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Kemudian, Ethiopia menjadi negara Afrika yang paling baru dalam mengalami gagal bayar setelah berakhirnya masa tenggang pada Senin (11/12). Adapun, Ethiopia seharusnya membayar kupon sebesar US$33 juta atau sekitar Rp512 miliar pada 11 Desember 2023.
Dengan gagal bayar tersebut, kemudian menempatkan Ethiopia di antara sejumlah negara berkembang lainnya yang gagal membayar Eurobond dalam beberapa tahun terakhir, termasuk Zambia, Ghana dan Sri Lanka.