Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan bahwa sanksi Amerika Serikat (AS) yang menargetkan proyek besar gas alam cair (LNG) 2 Arktik milik Rusia tidak dapat diterima dan melemahkan keamanan energi global.
Mengutip Reuters, proyek yang terletak di Semenanjung Gydan di Arktik ini merupakan elemen kunci dalam upaya Rusia untuk meningkatkan pasar LNG global menjadi seperlima pada 2030-2035 dari 8% pada saat ini.
“Kami menganggap tindakan seperti itu tidak dapat diterima, terutama sehubungan dengan proyek komersial internasional besar seperti LNG Arktik 2, yang mempengaruhi keseimbangan energi di banyak negara,” jelas juru bicara Maria Zakharova seperti dikutip dari Reuters, Kamis (28/12).
Zakharova mengatakan bahwa situasi di sekitar LNG 2 Arktik menegaskan peran destruktif yang dimainkan oleh AS terhadap keamanan ekonomi global.
Ia mengungkapkan bahwa AS yang menyerukan perlunya menjaga keamanan global tersebut pada kenyataannya mementingkan kepentingannya sendiri dan menghancurkan keamanan tersebut.
“Namun pada kenyataannya, dengan mengejar kepentingan egoisnya sendiri, ia (AS) mencoba untuk menyingkirkan pesaing dan menghancurkan keamanan energi global,” jelasnya.
Baca Juga
Untuk diketahui, Rusia adalah produsen gas alam cair terbesar keempat di dunia yang diangkut lewat laut, setelah AS, Qatar, dan Australia.
Zakharova juaga menuturkan bahwa kerja sama antara Rusia dan China, dengan perusahaan-perusahaannya menjadi pemangku kepentingan dalam proyek gas alam cair, akan terus menguat di bidang energi.
Adapun, pemegang saham asing telah menangguhkan partisipasi dalam proyek LNG 2 Arktik karena sanksi tersebut, melepaskan tanggung jawab mereka untuk pembiayaan dan kontrak offtake untuk pabrik baru tersebut.
Secara rinci, perusahaan minyak negara Cina, CNOOC Ltd dan China National Petroleum Corp (CNPC) masing-masing memiliki 10% saham di proyek ini, dan dikendalikan oleh Novatek yakni produsen LNG terbesar di Rusia dan pemilik 60% saham di proyek tersebut.
Kemudian, dari Perancis dan Jepang, yakni TotalEnergies, konsorsium Mitsui and Co, dan JOGMEC masing-masing memiliki saham sebesar 10%.
Sanksi-sanksi juga menyebabkan Novatek menyatakan kondisi mendesak yang tidak dapat diantisipasi (force majeure) atas suplai LNG dari proyek tersebut.