Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OPINI : Mengincar Peluang Investasi COP 28 Dengan Mobilisasi Sektor Swasta

Usai COP 28, target penurunan emisi yang lebih ambisius akan menjadi pekerjaan rumah setiap negara yang meratifikasi Paris Agreement.
Ilustrasi/ilmupengetahuan.org
Ilustrasi/ilmupengetahuan.org

Bisnis.com, JAKARTA - Konferensi perubahan iklim global atau Conference of the Parties (COP28) telah usai. Hajatan untuk mendiskusikan langkah mengatasi isu perubahan iklim adalah bagian Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, melibatkan ribuan delegasi berbagai negara. Fokus utama di antaranya mencakup percepatan transisi energi, menurunkan emisi, serta transformasi pendanaan iklim.

Pendanaan adalah tantangan besar akselerasi dekarbonisasi. Sehingga salah satu fokus COP28 adalah bagaimana implementasi pendanaan serta mendefinisikan kerangka kerja pendanaan inovatif melalui Global Climate Finance Framework. COP 28 kemudian menghasilkan komitmen pembiayaan dengan nilai total US$83,76 miliar, yang jika dikonversi ke rupiah nilainya setara Rp1,3 kuadriliun.

Sebagian besar komitmen itu dialokasikan untuk climate finance, dengan nilai US$62,2 miliar dalam mendukung mitigasi-adaptasi perubahan iklim, juga bagi pengembangan energi terbarukan serta program Green Climate Fund. Termasuk pembiayaan penguatan sektor pangan, kesehatan, lingkungan hidup, reduksi emisi metana, dan bantuan adaptasi iklim wilayah konflik.

Tentu saja ini menjadi langkah progresif, karena sepanjang masalah perubahan iklim mengemuka, pendanaan adalah masalah klasik yang menjadi salah satu tantangan. Negara berkembang masih menemui kesulitan mengakselerasi percepatan dekarbonisasi sebagai bentuk mitigasi perubahan iklim.

COP 28 kemudian jadi momen historis selama penyelenggaraan lewat Global Stocktake. Report card perdana ini melansir assessment upaya mengurangi emisi gas buang sejak ratifikasi Paris Agreement tahun 2015. Initiatives perubahan iklim memang simultan dilakukan sebagai aksi kolektif dunia sejak saat itu, tetapi pencapaian masih jauh panggang dari api.

Realisasi penurunan emisi masih jauh dari target. Sehingga, pasca-COP-28 semua negara perlu meninjau kembali target National Determined Contribution (NDC) masing-masing dengan mencanangkan target mitigasi krisis iklim yang lebih ambisius

Global Stocktake mengevaluasi kemajuan aksi mengurangi emisi gas rumah kaca, membangun ketahanan terhadap dampak iklim, memetakan langkah mitigasi-adaptasi perubahan iklim serta memastikan pendanaan. Salah satu solusi fundamental adalah pembiayaan. Sehingga investasi menjadi key driver dengan mempermudah akses, meningkatkan skala dan efektivitas, serta mengembangkan instrumen investasi tepat guna.

KESENJANGAN

Usai COP 28, target penurunan emisi yang lebih ambisius serta peningkatan resiliensi terhadap perubahan iklim akan menjadi pekerjaan rumah setiap negara yang meratifikasi Paris Agreement. Target Second NDC di tahun 2025 menjadi implikasi pasca Global Stocktake.

Setiap negara perlu menambah kapasitas energi terbarukan untuk menurunkan emisi dengan peningkatan investasi yang mendukung transisi energi, melakukan akselerasi metode inovatif mencapai upaya dekarbonisasi, mempercepat dekarbonisasi dengan ke luar dari penggunaan bahan bakar fosil, meningkatkan dukungan internasional perihal kolaborasi dalam teknologi dan pengetahuan dalam mendorong pengembangan energi terbarukan.

Berdasarkan laporan McKinsey, kesenjangan pendanaan rangka transisi net zero mengakibatkan peningkatan pembiayaan hingga US$3,5 triliun hingga 2050. Nominal ini adalah imperatif jika kita ingin mencapai target lewat investasi. Bagi sektor usaha yang berperan krusial untuk investasi, collective action perubahan iklim adalah moral imperative.

Sektor usaha memang menjadi kontributor emisi lewat industrialiasi, tetapi seperti dua sisi mata uang—punya peranan signifikan menurunkan emisi lewat green investment.

COP 28 memberikan sinyal peluang investasi hijau yang luas. Seperti renewable energy dan renewable storage sebagai konsekuensi urgensi aksi mitigasi lewat percepatan pengurangan emisi global selain CO2, termasuk metana di tahun 2030.

Lalu investasi di electrification, seperti EV production, charging dan grid infrastructure. Prospek investasi lainnya seperti hidrogen, carbon capture hingga produk berbasis natured based solutions yang menjadi efek bola salju net zero policy.

Kesempatan investasi pun terbuka lebar untuk resilience infrastructure, sebagai imbas adaptasi iklim di wilayah yang beresiko tinggi terdampak perubahan iklim, seperti Indonesia. Kemudian ada pula peluang investasi yang melibatkan inovasi teknologi pertanian dan implementasinya, yang mengarah pada sistem pertanian berkelanjutan.

Bagi Indonesia, kita juga memiliki peluang investasi di sektor kehutanan, mangrove, pemanfaatan lahan dan kemaritiman.

Tetapi kemudian, bagaimana sektor swasta bisa melakukan mobilisasi untuk merebut peluang investasi yang berdampak pada mitigasi dan adaptasi perubahan iklim tersebut? Ecosystem enabler mau tidak mau menjadi salah satu jawaban.

Itulah kenapa mobilisasi investasi sektor swasta menjadi perhatian PBB dengan membentuk Global Investor for Sustainable Development (GISD) alliance tahun 2019 silam. Terdiri atas 30 CEO sebagai member representasi pemimpin bisnis terkemuka dunia. Aliansi ini bertujuan melakukan mobilisasi investasi yang melibatkan tidak hanya sektor privat dan investor, tetapi juga key policy maker serta multilateral development bank.

Aliansi yang menjadi collective action sektor finansial dan non-finansial global ini, berupaya menjadi bagian dari solusi holistik di tengah dinamika sustainable investing. Melalui kerangka pendanaan, instrumen keuangan yang tepat, hingga identifikasi investasi yang langsung berdampak pada sustainable development, termasuk perubahan iklim yang tengah menjadi krisis di depan mata.

Melalui salah satu output, aliansi strategis sektor swasta ini, mengembangkan Net zero Climate Exchange Trade Fund (ETF), untuk mendorong sektor keuangan global menyokong korporasi yang berkontribusi besar pada dekarbonisasi dan transisi energi bersih.

ETF dikembangkan bersama UN Capital Development Fund (UN DCF) sebagai strategic partner dari GISD alliance. Tujuannya adalah percepatan mobilisasi sektor keuangan dalam kaitan dengan mitigasi perubahan iklim lewat akselerasi investasi yang fokus pada pendanaan transisi climate mitigation.

Identifikasi peluang investasi untuk memetakan pengembangan pasar juga menjadi perhatian GISD alliance dengan meluncurkan UNDP-GISD SDGs Investor Platform. Platform ini membantu investor dalam pengembangan usaha melalui akses market intelligence, potensi kolaborasi dengan institusi yang relevan, sekaligus memastikan dampak melalui instrumen SDGs impact Standard. Tak lain untuk mempermudah integrasi indikator relevan SDGs dalam analisa, membentuk sistem monitoring untuk pengelolaan impact terhadap portfolio investasi.

Hal ini kemudian dijembatani hasil kerja GISD alliance melalui Sustainable Development Investment (SDI) Navigator yang memungkinkan investor melakukan perbaikan serta perubahan strategi dan investasi,sekaligus mengadopsinya dalam proses pengambilan keputusan investasi.

Navigator tersebut diharapkan menjadi upaya preventif mencegah kekeliruan batasan produk investasi, baik untuk tujuan pemasaran, positioning product dan service, agar memenuhi kriteria investasi berkelanjutan.

Mobilisasi pendanaan sektor privat yang menjadi faktor krusial memerlukan instrumen blended finance. Untuk itu, kolaborasi GISD dengan Global Infrastructure Facility kemudian mengembangkan platform kerja sama yang terdiri atas donor, institusi keuangan pembangunan berkelanjutan, pemerintah, hingga financier dengan difasilitasi World Bank.

Pengembangan produk blended finance GISD Alliance-GIF Sustainable Infrastructure Investment Platform (SIIP) yang ditujukan bagi climate-resilient infrastructure projects. Tak lain agar pengerahan dana bisa efektif dan efisien dengan mempertimbangkan seksama faktor risk return.

Komitmen pendanaan serta laporan Global Stocktake dari COP 28 tentu merupakan pencapaian menggembirakan di tengah jalan panjang menuju target penanganan perubahan iklim. Tetapi yang kemudian sangat penting adalah tindak lanjut komitmen pendanaan COP 28 dengan mengawal realisasi melalui country led initiatives.

Peluang investasi yang mengemuka tentu tidak ada gunanya jika seluruh pemangku kepentingan tidak bergerak cepat dan tepat. Agar waktu yang sempit tidak menjadi kendala dalam menciptakan masa depan dunia yang lebih hijau.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper