Bisnis.com, JAKARTA – Tren rasio pajak (tax ratio) terhadap produk domestik bruto (PDB) di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo (Jokowi) terpantau kompak menurun.
Meski sama-sama menunjukkan penurunan, rasio pajak di zaman SBY tercatat pernah menyentuh angka 13%. Sementara di era Jokowi atau tepatnya pada 2022, rasio pajak terhadap PDB Indonesia hanya 10,39%.
Melihat data historis Kementerian Keuangan, rasio pajak pada 2004 di angka 12,22%. Kemudian terus menunjukkan peningkatan hingga 2008 ke angka 13,31%.
Usai ekonomi Amerika Serikat (AS) dilanda krisis dan memberikan efek rambatan ke negara-negara lainnya, rasio pajak Indonesia anjlok ke level 11,06% pada 2009.
Rasio pajak kemudian mampu perlahan naik, namun hanya mampu ke angka 11,38% pada 2012. Tak mampu kembali ke posisi 13%.
Pada pemerintah pertama Jokowi, rasio pajak bahkan tak mampu bertahan di angka 11%, justru semakin anjlok ke level 9,89% pada 2019.
Baca Juga
Alih-alih menaikkan, Ekonom Bright Institute Awalil Rizky menyentil pada dua dekade dengan dua orang presiden, rasio pajak justru malah turun.
“Era pemerintahan SBY dan era Jokowi ‘berhasil’ menurunkan rasio pajak dalam definisi yang mana pun,” ujarnya dalam akun X @AwalilRizky, dikutip Senin (25/12/2023).
Indonesia sendiri memiliki definisi pajak yang terbagi menjadi dua, yakni arti luas dan arti sempit.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memaparkan dalam arti sempit, yakni pengumpulan pajak pemerintah pusat (PPh,PPN, PBB P3, Bea Cukai, dan pajak lainnya yang ditetapkan APBN). Sementara dalam arti luas, pajak termasuk PNBP dan sumber daya alam migas dan pertambangan.
Rasio Pajak Era Jokowi
Pada 2024 atau tahun terakhir Jokowi sebagai Presiden RI, pemerintah menargetkan rasio pajak ke level 12%. Padahal, sepanjang pemerintahan Jokowi, rasio pajak tidak pernah menyentuh 11%.
Untuk itu, Anggota Komisi XI DPR Misbakhun melihat perlu usaha ekstra untuk mencapai target tersebut, salah satunya dengan implementasi reformasi perpajakan.
Pasalnya, Misbakhun menyampaikan bahwa penggunaan teknologi yang belum optimal menjadi tantangan dalam peningkatan penerimaan yang bersumber dari pajak dan cakupan pajak.
Hal yang kemudian juga menjadi masalah, Misbakhun melihat untuk negara dapat aktif, perlu teknologi penyederhanaan pelaporan pajak.
“Mengaktifkan peran negara harus dengan teknologi. [wajib pajak] harus dipaksa patuh dengan teknologi. Apakah saat ini pajak bisa meng-capture sistem perbankan? Kita hanya punya dapat akses manual seperti saldo, bagaimana dengan aktivitasnya? Itu yang jadi persoalan,” ungkapnya, dikutip Senin (25/12/2023).
Berikut perbandingan rasio pajak Indonesia di era SBY vs Jokowi
Rasio Pajak dari PDB 2004-2022 | |||
---|---|---|---|
Tahun | Capaian Rasio Pajak Era SBY | Tahun | Capaian Rasio Pajak Era Jokowi |
2004 | 12,22% | 2014 | 10,85% |
2005 | 12,51% | 2015 | 10,76% |
2006 | 12,25% | 2016 | 10,36% |
2007 | 12,43% | 2017 | 9,89% |
2008 | 13,31% | 2016 | 10,24% |
2009 | 11,06% | 2019 | 9,76% |
2010 | 10,54% | 2020 | 8,33% |
2011 |
11,16% |
2021 | 9,12% |
2012 | 11,38% | 2022 | 10,39% |
2013 | 11,29% |
Sumber: Kemenkeu, diolah