Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan bahwa untuk mengejar pertumbuhan yang kuat dan berkualitas, pemerintah harus mendorong transisi menuju ekonomi hijau.
Celios dan Greenpeace Indonesia memperkirakan transisi ke ekonomi hijau dapat memberikan dampak hingga Rp4.376 triliun ke output ekonomi nasional.
“Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, PDB [produk domestik bruto] yang tinggi dan berkualitas, mau tidak mau harus transisi ke ekonomi hijau,” katanya dalam acara Launching Policy Brief Greenpeace Indonesia dan Celios: Nasib Transisi Ekonomi Hijau di Tahun Politik, Selasa (19/12/2023).
Celios dan Greenpeace Indonesia juga memperkirakan transisi ke ekonomi hijau akan memberikan tambahan PDB sebesar Rp2.943 triliun dalam 10 tahun ke depan, atau setara dengan 14,3% PDB Indonesia pada 2024.
Selain itu, peralihan ke ekonomi berkelanjutan diproyeksi mampu membuka hingga 19,4 juta lapangan kerja baru yang muncul dari berbagai sektor yang berkaitan dengan pengembangan energi terbarukan, pertanian, kehutanan, perikanan dan jenis-jenis industri ramah lingkungan lainnya, serta pendapatan pekerja secara total dinilai dapat bertambah hingga Rp902,2 triliun berkat transformasi ini
Pelaku usaha pun, kata Bhima, diuntungkan dengan peralihan ke ekonomi hijau berkat munculnya berbagai industri baru di sektor ekonomi sirkular dan transisi energi. Surplus usaha nasional dari transisi ekonomi hijau juga diprediksi menembus Rp1.517 triliun dalam 10 tahun transisi dilakukan
Baca Juga
Dia menilai, pengalihan pembiayaan perbankan dari sektor pertambangan dan penggalian akan mendorong sektor-sektor yang lebih berkelanjutan mendapatkan aliran pendanaan untuk investasi baru
Salah satu bentuk kebijakan untuk mempercepat pengalihan pembiayaan perbankan tersebut adalah dengan melakukan revisi taksonomi hijau, di mana sektor pertambangan, pembangunan PLTU batu bara dikeluarkan dari kategori transisi dan hijau
Pada saat yang sama, menurutnya kebijakan moneter juga perlu diarahkan, seperti mendorong rasio kredit minimum bagi pembiayaan hijau, memperbesar insentif moneter termasuk mendorong reformasi LTV (Loan to Value) untuk pembiayaan yang selaras dengan pengurangan emisi karbon.