Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan bahwa pemerintah harus mendorong transisi ke ekonomi hijau secara konsisten dalam mendukung penciptaan lapangan kerja yang lebih besar.
Berdasarkan perhitungan Celios dan Greenpeace Indonesia, peralihan Indonesia ke ekonomi hijau dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebanyak 19,4 juta orang dalam 10 tahun ke depan.
“[Pemerintah] harus konsisten melakukan transisi ke ekonomi hijau, karena ada 19,4 juta lapangan kerja di berbagai sektor dan punya dampak berganda yang sangat besar,” katanya dalam acara Launching Policy Brief Greenpeace Indonesia dan Celios: Nasib Transisi Ekonomi Hijau di Tahun Politik, Selasa (19/12/2023).
Dalam Policy Brief Celios dan Greenpeace Indonesia tersebut, disebutkan bahwa penyerapan tenaga kerja akan berasal dari kegiatan langsung dari pembangunan ekonomi hijau dan sektor lain yang menunjang.
Jika dirincikan, serapan kerja dari ekonomi hijau yang paling besar adalah pertanian, kehutanan dan perikanan, yang mencapai 3,9 juta tenaga kerja.
Sementara itu, saat terjadi transisi, lahan yang seharusnya tidak dijadikan areal pertambangan dinilai dapat dilestarikan oleh masyarakat melalui berbagai skema salah satunya perhutanan sosial, maupun koperasi pemanfaatan hasil hutan.
Baca Juga
Lebih lanjut, Bhima mengatakan transisi ke ekonomi hijau juga akan mendorong pendapatan tenaga kerja sebesar Rp902,2 triliun.
“Artinya, kalau kita mau mendorong konsumsi rumah tangga lebih tinggi, berarti pendapatan masyarakatnya juga harus meningkat signifikan,” jelasnya.
Pendapatan tenaga kerja ini diperkirakan akan terdorong oleh kegiataan langsung dari pembangunan ekonomi hijau seperti pembangunan pembangkit listrik tenaga EBT, hingga sektor tidak langsung lainnya.
Secara sektoral, diperkirakan pendapatan pekerja di sektor pertanian yang merupakan porsi tenaga kerja terbesar di Indonesia semakin membaik, artinya pertanian jadi sektor yang menarik minat pekerja usia muda.
Selain itu, pendapatan pekerja di industri pengolahan juga dinilai mampu meningkat sebesar Rp148,9 triliun, melebihi skenario business as usual, utamanya disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan industri baru seperti industri komponen energi terbarukan, industri daur ulang dan industri ramah lingkungan lainnya.