Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Jual Rokok Masih Murah, Tarif Cukai 10% Tidak Efektif

Konsumsi rokok di Indonesia masih dalam tren meningkat, sehingga dibutuhkan kebijakan untuk menurunkan konsumsi rokok di usia muda.
Papan penanda area merokok di Tokyo, Jepang. - Bloomberg/Akio Kon
Papan penanda area merokok di Tokyo, Jepang. - Bloomberg/Akio Kon

Bisnis.com, JAKARTA -- Center of Human and Economic Development (CHED) mengungkap hasil survei yang mengungkap konsumsi rokok di Indonesia terus meningkat lantaran harga jual rokok yang masih murah. 

Padahal, pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen pada tahun 2023 dan 2024. Adapun, kenaikan CHT berlaku pada golongan sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek putih (SKP) dengan tarif berbeda. 

Laporan CHED bersama lembaga pengendalian tembakau seperti Udaya Central, CHED ITBAD, TCSC IAKMI, MTCC Unimma dan TC IPM menunjukkan bahwa harga rokok yang rendah membuat Indonesia sejajar dengan negara-negara miskin dan berkembang, bahkan termasuk dalam 15 negara dengan perokok terbanyak di dunia. 

Sejumlah negara tersebut bekerjasama untuk melakukan survei pemantauan harga transaksi rokok di pasaran pada 81 kota/kabupaten dan mencatat temuan signifikan terkait penjualan rokok di Indonesia.

Dalam laporan hasil survei disebutkan bahwa tarif cukai antar golongan jenis rokok dinilai masih berjarak jauh sehingga memicu pergeseran perokok ke kelompok rokok dengan harga yang lebih murah. 

CHED menilai semestinya, jika pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau maka sekaligus juga menyederhanakan struktur tarif cukai secara konsisten dan meningkat setiap tahunnya. 

Penyederhanaan struktur tarif cukai tembakau dengan menggabungkan SKM/SPM I menjadi satu tarif dan SKM/SPM II menjadi satu tarif, serta SKT atau SPT I menjadi satu tarif tertinggi. 

Dengan demikian, akan terjadi kenaikan harga jual eceran dan menurunkan keterjangkauan rokok oleh masyarakat, sehingga negara memperoleh manfaat yang optimal dari segi ekonomi dan kesehatan. 

Selain menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) dan harga jual eceran (HJE), upaya lain untuk menurunkan keterjangkauan rokok adalah dengan menetapkan harga transaksi pasar (HTP) 100% sama dengan harga jual eceran minimum (HJE).

Sejalan dengan target RPJMN 2020-2024 untuk menurunkan persentase perokok di kalangan usia 10-18 tahun, evaluasi terhadap efektivitas regulasi kenaikan CHT dan Harga Rokok oleh Kementerian Keuangan menjadi langkah krusial.

Di sisi lain, pemantauan Harga Transaksi Pasar (HTP) rokok oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menjadi fokus utama dalam upaya pengendalian tembakau di Indonesia. 

Kegiatan pemantauan HTP dilakukan tiga kali setahun di seluruh wilayah Indonesia, mengacu pada regulasi yang diatur oleh PMK 192 Tahun 2021 dan PER DIR 16 Tahun 2022. 

DJBC membandingkan HTP dengan Harga Jual Eceran (HJE) yang tercantum dalam pita cukai, dengan persyaratan HTP minimal 85% dari HJE. Penyesuaian pita cukai hasil tembakau pada setiap kemasan rokok juga diakomodir oleh regulasi, seperti yang diterbitkan dalam PMK tahun 2022.

Berdasarkna data laporan CHED menunjukan bahwa distribusi rokok terbanyak terdapat pada pasar modern (25,28%) dan paling sedikit pada pedagang kaki lima (10,79%). 

Jenis rokok yang paling dominan adalah Sigaret Kretek Mesin (SKM) dengan persentase 68,87%. Rata-rata harga transaksi pasar POS, dengan harga tertinggi untuk SKM, SKT, dan SPM terdapat di SPBU, sedangkan untuk SPT terdapat di PKL. 

Data menunjukkan harga rokok di pasaran masih rendah dengan rata-rata harga Rp1.487. Kenaikan harga tidak merata di semua jenis rokok, bahkan harga Sigaret Kretek Mesin kategori 2 (SKM II) mengalami penurunan sebesar 0,1% dan penurunan harga paling tinggi terlihat pada Sigaret Kretek Tangan dan Sigaret Putih Tangan Kelas III (SKT/SPT III) sebesar 5,5%. 

Mayoritas kemasan rokok berisi 12 sebnayak 38.92% dominan pada SKM dan SKT. Sebanyak 59,76% rokok dijual di bawah HJE, dan terdapat variasi signifikan dalam selisih harga antara HTP per batang dan HJE. 

Fakta lain adalah tertutupinya PHW pada bungkus rokok oleh pita cukai pada rokok SKM sebanyak 89,60%, ini menjadi catatan penting bagi kementrian kesehatan untuk turut memantau fakta PHW pada bungkus rokok. 

Sedangkan fakta tarif cukai didapati bahwa beberapa rokok memiliki tahun pajak di bawah tahun 2023, menandakan adanya potensi ketidaksesuaian regulasi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper