Bisnis.com, JAKARTA - Peningkatan produksi gula nasional menghadapi sejumlah tantangan, terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi dalam merealisasikan target swasembada gula pada 2028.
Direktur Utama ID FOOD Frans Marganda Tambunan menilai pemerintah bersama para pemangku kepentingan harus berkolaborasi mendorong peningkatan produksi gula di tengah sejumlah tantangan yang saat ini dihadapi. Langkah-langkah penguatan tersebut di antaranya melalui penyusunan regulasi dan target swasembada, penerapan teknologi inovasi dalam proses on fram dan off farm, serta kolaborasi lintas sektor.
Dia menilai gula masih merupakan komoditas pangan strategis yang tingkat konsumsinya terus mengalami pertumbuhan dari tahun-ketahun. Untuk itu, peningkatan dan efektifitas produksi gula menjadi poin penting dalam rangka mendukung program swasembada gula pada 2028 yang telah dicanangkan pemerintah.
“Peningkatan produksi gula masih menjadi PR bersama. Di mana faktor yang mempengaruhi produktivitas gula bukan hanya semata permasalahan iklim, tetapi juga karena beberapa aspek lainnya termasuk inovasi teknologi di industri gula yang belum banyak terimplementasi di Indonesia,” ujarnya, Rabu (13/12/2023).
Frans menegaskan, pemanfaatan teknologi di industri gula mutlak sangat dibutuhkan. Ia menyebutkan, keberhasilan sejumlah negara produsen gula terbesar dunia seperti Brazil dan India tidak terlepas dari inovasi di bidang teknologi.
Sebagai contoh, paparnya, negara Brazil, berfokus pada inovasi pengembangan teknologi mesin, sedangkan India berfokus pada pengembangan tanaman tebu. Inovasi teknologi on farm dan off farm. Hal tersebut mutlak dibutuhkan jika kita mengharapkan keberhasilan dalam peningkatan produksi tebu.
Baca Juga
Sementara itu, Menteri BUMN Erick Thohir juga menilai urgensi swasembada gula di tengah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin meningkat. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong kompleksitas industri makanan. Kondisi tersebut akan berdampak pada semakin besarnya pasar komoditas gula.
Menurutnya, dalam hal ini Presiden RI sudah mengambil posisi dengan mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No.40/2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel). Kebijakan ini menunjukkan komitmen dari pemerintah untuk serius mewujudkan swasembada.
Dalam kebijakan tersebut, secara jelas pemerintah menetapkan target yang harus dicapai. Dari mulai jumlah lahan yang harus terus meningkat, rendemen yang terus naik dihitung dari 7, 8, dan 11 persen. Selanjutnya, Menteri Erick mengajak seluruh stakeholder gula nasional saling berkolaborasi mewujudkan swasembada gula di tahun 2030, dengan roadmap telah disepakati bersama.
Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi dalam penyampaiannya menjelaskan mengenai kondisi stok dan harga gula serta dukungannya terhadap percepatan swasembada gula. Terkait stock, menurutnya, berdasarkan prognosa neraca pangan periode Januari-Desember 2023, ketersediaan gula diproyeksikan cukup dan aman hingga akhir tahun.
NFA juga saat ini tetap fokus untuk melakukan stabilisasi harga gula. Per tanggal 11 Desember 2023, harga gula Indonesia rata-rata mencapai angka Rp17.331 per kg. Langkah stabilisasi terus dilakukan melalui harga acuan pembelian dan penjualan gula yang pembahasan dan penetapannya melibatkan stakeholders gula nasional dari hulu hingga hilir.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Asosiasi GuIa Indonesia (AGI) Budi Hidayat mengatakan, seiring bertambahnya jumlah penduduk dan peningkatan pertumbuhan ekonomi maka konsumsi gula akan terus tumbuh. Saat ini diperkirakan total konsumsi rumah tangga dan industri mencapai 7 juta ton sedangkan produksi dalam negeri hanya dapat dipenuhi dari gula eks tebu yang berjumlah 2,27 juta ton pada 2023 ini.
Oleh karena itu, pihaknya merespon positif langkah pemerintah menerbitkan Perpres No.40/2023. Beleid tersebut menunjukkan komitmen dan tekad pemerintah untuk mencapai swasembada gula konsumsi di tahun 2028 dan swasembada gula total (Gula konsumsi dan industri) pada 2030.
“Kebijakannya sudah ada, sekarang proses menuju ke sana yang harus dijalankan dan dikawal bersama. Aksi dan kolaborasi bersama antara pemerintah, pelaku usaha, akademisi dan peneliti, asosiasi, serta stakeholder lainnya menjadi faktor penentu. Semua harus seiring sejalan dalam memperkuat ekosistem gula nasional,” ujarnya.
Perpres tersebut, tambah Budi, juga menjadi tantangan tersendiri bagi seluruh entitas pergulaan nasional. “Komunitas pergulaan khususnya para pelaku industri selaku produsen bersama petani tebu ditantang untuk bisa ikut berperan menyukseskan Perpres tersebut, dengan meningkatkan daya saing ekosistem industri gula, khususnya dalam produktivitas tanaman tebu dan efisiensi PG,” terangnya.
Dalam upaya menuju swasembada gula, Budi sependapat, bahwa salah satu instrumen yang perlu diperkuat adalah penggunaan teknologi tinggi.
“Teknologi sangat berperan untuk meningkatkan kinerja produksi gula maupun untuk pengambilan keputusan bisnis lainnya,” ungkapnya.