Bisnis.com, JAKARTA – Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed, memberi sinyal penurunan suku bunga pada 2024 mendatang. Hal itu dinilai menjadi pertimbangan kuat Bank Indonesia melakukan kebijakan serupa tahun depan.
Principal Economist ADB Arief Ramayandi mengatakan bahwa dengan data ekonomi AS saat ini, kecil kemungkinan suku bunga the Fed (Fed Funds Rate/FFR) kembali meningkat.
“Yang ada kemungkinannya mereka mulai untuk menurunkan suku bunga, cuma seperti yang Fed yang selalu sampaikan, suku bunga naik atau turun bergantung pada data dependent,” katanya dalam acara media briefing, Kamis (14/12/2023).
Arief menjelaskan, jika melihat data hingga November 2023, laju inflasi di AS mulai mengalami penurunan. Harga minyak dunia pun diperkirakan stabil pada 2024 meski tetap tinggi, sehingga tidak ada faktor cost push inflation dari sisi harga minyak.
Dengan perkembangan tersebut, ADB memperkirakan laju inflasi akan terkendali di dalam negeri pada kisaran 3%. Oleh karena itu. imbuh Arief, tidak ada tekanan bagi Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuan.
Selain itu, Bank Indonesia dinilai baru akan melakukan pelonggaran suku bunga acuan pada semester kedua 2024, mengikuti penurunan suku bunga AS.
Baca Juga
“Amerika kemungkinan akan menurunkan suku bunga di pertengahan tahun depan, sekitar paruh kedua tahun depan, itu akan memberikan ruang bagi Indonesia untuk perlahan menurunkan suku bunganya,” kata Arief.
Adapun, inflasi umum di Indonesia tercatat melemah menjadi 2,3% secara tahunan pada September dan berada di level 2,6% pada Oktober karena base effect dari tahun lalu sehingga memperlambat inflasi pada harga energi.
Sejalan dengan itu, inflasi inti di dalam negeri tetap rendah, berada di kisaran 2,0%, menunjukkan stabilitas harga domestik.
Menurut ADB, depresiasi rupiah dan belanja pemerintah menjelang Pemilu pada tahun depan dapat memberikan tekanan moderat pada inflasi.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pun diperkirakan tetap kuat pada tingkat 5% pada tahun ini dan tahun depan.
Dengan kondisi ekonomi yang kuat di dalam negeri dan gejolak eksternal yang diperkirakan tidak setinggi tahun lalu, sehingga nilai tukar rupiah juga diperkirakan relatif stabil di level sekitar Rp15.000.