Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Haryo Kuncoro

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta

Haryo Kuncoro adalah Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Memperkuat Badan Supervisi OJK

Parlemen (28/11) telah resmi memutuskan 9 anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan (BS-OJK) untuk masa bakti 2023—2028.
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis - Abdullah Azzam
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis - Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Parlemen (28/11) telah resmi memutuskan 9 anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan (BS-OJK) untuk masa bakti 2023—2028. Lembaga anyar ini dibentuk atas dasar amanat Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) alias omnibus law keuangan.

Tugas utama BS-OJK, sebagai perpanjangan tangan Parlemen, adalah memastikan agar peran dan fungsi OJK bekerja dengan baik. OJK sebagai pengawas perbankan dan industri keuangan memiliki fungsi yang sangat penting. BS-OJK bisa memberikan masukan kepada Parlemen, khususnya Komisi XI, dalam pengambilan kebijakan.

Kendati sestrategis institusi yang diawasinya, misi Badan Supervisi OJK tidak lepas dari sejumlah kendala yang amat fundamental. Dalam menjalankan fungsi pengawasan, BS-OJK menuntut kapabilitas individual, institusional, dan ekosistem yang spesifik, terlebih lagi pada OJK yang punya predikat sebagai lembaga pengawas pula.

Adanya personel dari wakil pemerintah dan unsur internal OJK diharapkan bisa memperkuat kiprah BS-OJK. Kehadiran wakil pemerintah hendak memastikan OJK senntiasa berada dalam koridor regulasi yang digariskan pemerintah. Eksistensi unsur dari OJK sendiri juga mengefektifkan tugas pengawasan.

Kalaupun persoalan di level individu bisa ditanggulangi sejak dini, problema pengawasan BS-OJK tidak berhenti sampai di situ. Problema tugas pengawasan BS-OJK kemungkinan akan banyak muncul dari aspek institusional. Sebagai lembaga anyar, BS-OJK niscaya akan direcoki berbagai tarik ulur kepentingan.

Mengadopsi pada lembaga sejenis yang sudah ada sebelumnya—seperti BSBI (Badan Supervisi Bank Indonesia)—BS-OJK sebatas hanya mengawasi pada wilayah tata kelola internal OJK, alih-alih masuk ke dalam ranah kebijakan OJK. Sebagai lembaga independen, kebijakan OJK tidak bisa diintervensi.

Undang-Undang P2SK sejatinya telah memberikan penguatan lebih kepada independensi kebijakan OJK. Sebelumnya, operasional OJK dibiayai dari iuran lembaga jasa keuangan. Bagaimana OJK mampu melakukan fungsinya jika lembaga jasa keuangan yang diatur itu sekaligus adalah ‘penyandang dana’ bagi OJK?

Setelah UU P2SK diberlakukan, ‘penyandang dana’ tadi masih tetap harus membayar biaya iuran. Ia dibayarkan kepada pemerintah (Kementerian Keuangan), alih-alih kepada OJK, sebagai PNBP (penerimaan negara bukan pajak). OJK lantas menarik dana PNBP tersebut untuk operasional kegiatannya.

Alhasil, independensi kebijakan OJK bisa ‘diselamatkan’. OJK tidak akan terbebani kagi oleh perasaan ‘sungkan’ terhadap institusi keuangan yang diawasinya. Artinya, kalau terjadi apa-apa OJK tetap mampu bersikap objektif dengan mengutamakan perlindungan kepada semua pemangku kepentingan.

Pada titik ini, kejadian ironis pun agaknya berulang. Kegiatan operasional BS-OJK justru dibiayai oleh OJK sebagai lembaga independen yang diawasinya. Artinya, BS-OJK sejatinya mengalami ketergantungan finansial terhadap OJK sehingga objektivitas hasil pengawasan BS-OJK bisa diperdebatkan.

Apalagi, jika hasil pengawasan BS-OJK itu kemudian dijadikan informasi bagi Parlemen untuk pengambilan kebijakan. Objektivitas informasi akan sangat menentukan kualitas kebijakan yang diramu. Karakteristik kebijakan yang diramu pun niscaya akan membawa kadar efektivitas yang berlainan pula.

Dengan konfigurasi problematika di atas, dua alternatif solusi bisa diajukan sebagai titik tengah yang kompromistis. Opsi pertama, anggaran kerja BS-OJK berasal dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang terpisah dari anggaran OJK. Pembiayaan seperti ini akan bisa meredam benturan kepentingan antara BS-OJK dengan OJK.

Pemisahan anggaran ini sekaligus memberi ketegasan tugas antara individu anggota BS-OJK dari unsur internal OJK dengan OJK. Di OJK sendiri toh ada unit semacam SPI (Satuan Pengawas Internal). Tumpang tindih pengawasan tata kelola OJK antara SPI dengan BS-OJK setidaknya bisa dikurangi.

Alternatif di atas sangat masuk akal. Bagaimanapun, anggaran OJK berasal dari APBN sehingga logis jika anggaran operasional BS-OJK juga berasal dari sumber yang sama, meski lewat ‘pintu’ yang berbeda. Hanya, cara ini akan mengeser peran BS-OJK yang semula ‘bertanggung jawab’ kepada OJK menjadi kepada pemerintah.

Konfigurasi di atas merupakan potret kecil ketidaksinkronan antara fungsi lembaga dengan anggaran. Fungsi yang diemban institusi sering kali tidak disertai dengan anggaran yang semestinya inherent di dalamnya. Prinsip money follows function yang dulu sempat populer mestinya tetap dipegang teguh.

Sebagai akibatnya lembaga yang bersangkutan tidak mampu menjalankan tupoksi (tugas pokok fungsi)-nya. Ketidakmampuan melaksanakan tupoksi bukan lantaran kapabilitas melainkan ekosistem (termasuk urusan finansial) yang kurang mendukung. Lagi-lagi, ironi pun muncul tanpa ada perombakan.

Opsi kedua, BS-OJK dikembalikan pada lingkaran permasalahan awal. Status BS-OJK toh perpanjangan tangan Parlemen. Oleh karenanya, operasional BS-OJK semestinya menjadi bagian integral dari yang punya ‘tangan’ tadi. Konkretnya, semua kegiatan BS-OJK seharusnya bisa dikover dari anggaran Parlemen sebagai ‘induknya’.

Dengan mekanisme kerja semacam itu, objektivitas dan profesionalisme BS-OJK akan terjaga. Informasi dan hasil pengawasannya pun jadi lebih kredibel. Pada akhirnya, fungsi Parlemen sebagai kekuatan check and balance (khususnya pada sektor jasa keuangan) terhadap eksekutif akan kukuh berkelanjutan, Bukan begitu?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Haryo Kuncoro
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper