Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong industri pengolahan pengguna garam untuk menyerap produksi garam nasional. Meskipun, kualitas garam nasional masih di bawah standar untuk industri pengolahan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Kemenperin menjembatani kesepahaman penyerapan garam antara Industri Pengguna Garam dengan Koperasi Petambak Garam Nasional (KPGN) serta Produsen Garam Farmasi.
Direktur Industri Kimia Hulu Ditjen IKFT Kemenperin, Putu Nadi Astuti, mengatakan pihaknya memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan kerja sama pemasaran garam dengan target peningkatan Nota Kesepahaman antara KPGN dan industri pengguna.
"Upaya penyerapan garam lokal tetap terus berjalan dan dilaporkan secara berkala kepada Kemenperin. Total penyerapan garam produksi dalam negeri yang dilakukan industri pengolahan garam pada 2022 sebanyak 450.186 ton," kata Putu di Kantor Kemenperin, Senin (4/12/2023).
Adapun, total penyerapan garam oleh industri pengolahan tersebut terdiri dari 3 jenis yaitu kualitas garam 1 (K1), kualitas garam 2 (K2), dan kualitas garam 3 (K3). Garam tersebut berasal dari seluruh KPGN yang tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan NTT.
Pada 2023, sebanyak 34 industri pengguna garam dan 24 petani atau KPGN asal Jawa Barat, Jawa Tengah, dan jawa Timur, serta 3 produsen garam farmasi menandatangani nota kesepahaman. Kerja sama ini direncanakan akan mendorong penyerapan garam industri sebesar 736.911,265 ton, khususnya untuk farmasi.
Baca Juga
"Kami berharap MoU ini dapat dirujuk sebagai bentuk fasilitasi pengembangan industri garam nasional, sekaligus kepedulian pemerintah dalam mengoptimalkan penyerapan garam produksi dalam negeri, demi mendukung pemenuhan kebutuhan garam konsumsi maupun sebagian sektor industri," ujarnya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Biofarmasi & Bahan Baku Obat (AB3O), Irfat Hista Saputra, mengatakan kebutuhan bahan baku farmasi sebagian besar atua 90% masih impor dari Jerman, Amerika, China, hingga India.
"Kebutuhan [garam] Indonesia 6.000- 7.000 ton untuk farmasi. Garam petani belum sesuai dengan standar, saya perlu bina tetapi tetap diserap saat ini," jelas Irfat.
Pihaknya pun mulai mengembangkan teknologi dalam negeri untuk mengembangkan ekosistem garam industri. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir impor, serta meningkatkan multiplier effect berupa terbukanya lapangan pekerjaan, hingga transfer teknologi, sehingga dapat mengirit devisa.