Bisnis.com, JAKARTA - Institute for Development of Economic and Finance (Indef) mencatat pemulihan perekonomian global masih akan tertahan. Bahkan, terbilang sulit untuk pulih lantaran kondisi industri yang masih terkontraksi.
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan, Indonesia cukup beruntung karena pertumbuhan ekonomi RI masih positif didorong kinerja industri pengolahan yang masih menguat.
Purchasing manager index (PMI) manufaktur RI masih berada pada level 51,5, sedangkan kinerja manufaktur beberapa negara berada di zona kontraksi, seperti China (49,5), Thailand (47,5), Vietnam (49,6), Malaysia (46,8), Australia (48,2), dan zona Eropa (43).
"Ekonomi sebagian negara mulai melemah, tidak semua industri atau mesin-mesin produksi itu berjalan normal, 25% negara masih expand, sementara 75% masih terjadi kontraksi," kata Tauhid dalam Bisnis Indonesia Business Challenges (BIBC) 2024, Kamis (23/11/2023).
Adapun, kondisi industri di berbagai negara disebut masih tidak seimbang antara bahan baku dan barang modal yang dibeli dengan produk yang dijual. Hal ini yang menyebabkan terhambatnya penyerapan bahan baku tidak optimal.
Kondisi ini juga memicu berbagai produk komoditas mengalami penurunan dari segi produksi dan permintaan, misalnya seperti produk migas yang turun 15% (year-on-year/yoy) hingga besi baja, telekomunikasi dan tekstil yang ikut terkontraksi.
Baca Juga
"Ini produk-produk yang drop, beberapa produk industri itu mengalami penurunan yang luar biasa," ujarnya.
Di sisi lain, Indef mencatat negara-negara yang masuk ke dalam 25% ekspansif, yaitu Indonesia, India, Amerika Serikat, Meksiko, dan Rusia, sedangkan 75% negara yang terkontraksi, yakni Eropa, Jerman, Prancis, UK, Jepang, China, Korea Selatan, Thailand, Malaysia, Vietnam, Kanada, Turki, hingga Australia.