Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Hulu Migas Butuh Insentif Fiskal Menarik untuk Genjot Produksi

Kontraktor hulu migas mengharapkan insentif fiskal yang menarik untuk meningkatkan keekonomian proyek migas.
Blok migas/Ilustrasi
Blok migas/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA — Indonesian Petroleum Association (IPA) mendorong pemerintah untuk menyediakan insentif fiskal yang lebih menarik terkait dengan upaya untuk meningkatkan produksi minyak dan gas (migas) saat ini. 

Wakil Presiden IPA Ronald Gunawan mengatakan, insentif fiskal yang menarik masih ditunggu kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk meningkatkan keekonomian proyek migas. Selain itu, kata dia, kestabilan regulasi di industri hulu migas turut menjadi perhatian investor di tengah tren transisi energi.

“Kita perlu ada kestabilan regulasi kita perlu rezim fiskal yang menarik,” kata Ronald saat forum group discussion (FGD) agenda Forum Kapasitas Nasional di Jakarta, Kamis (23/11/2023). 

Ronald berpendapat pemerintah perlu membuat investor merasa nyaman untuk berinvestasi di industri hulu migas domestik saat ini. Apalagi, kata dia, industri hulu migas saat ini mesti menyesuaikan operasi dan investasi mereka dengan program transisi energi global. 

Dia mengatakan, produksi migas bakal tetap dibutuhkan untuk jangka panjang pada industri yang mulai beralih pada energi bersih mendatang. 

“Saat ini dan ke depan, CCS [fasilitas penangkapan karbon], akan menjadi poin penting, investasi CCS akan menjadi license to invest yang perlu kita lihat regulasinya,” kata dia. 

Seperti diberitakan sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengoreksi outlook lifting minyak dan gas (migas) jelang tutup tahun.  

Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf memperkirakan lifting minyak akhir tahun ini berada di kisaran 607.500 barel minyak per hari (bopd) dan gas sebesar 5.400 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd). Adapun, target lifting minyak yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 dipatok di level 600.000 bopd dan gas sebesar 6.160 MMscfd. 

Nanang menerangkan, faktor utama dari turunnya proyeksi lifting migas itu disebabkan karena titik awal produksi pada awal 2023 yang sudah terlanjur senjang.  

“Di mana sejumlah KKKS [kontraktor kontrak kerja sama] sudah terdapat gap produksi karena mundurnya kontribusi realisasi pemboran, workover, well services yang ter-carry foward ke tahun 2023,” kata Nanang saat dihubungi, Rabu (22/11/2023). 

Selain itu, Nanang menambahkan, terdapat proyek tertunda yang ikut dibarengi dengan beberapa penghentian operasional atau unplanned shutdown.  

Beberapa penghentian operasional itu, di antaranya terkait dengan kebocoran pipa dan power outgage di PT Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES), kebocoran pipa di PHE Offshore North West Java (ONWJ), tanah longsor di Lapangan Kedung Keris milik ExxonMobil Cepu Ltd (EMCL), kendala Train-1 pada KKKS bp.  

“Penurunan produksi di PHE OSES terutama disebabkan karena isu power outgage dan kebocoran pipa, sementara Blok Cepu karena kenaikan gas oil ratio (GOR) dan water cut,” kata dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper