Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) ungkap alasan mengapa kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2024 tak lebih dari Rp200.000.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemenaker Indah Anggoro Putri menjelaskan, kebijakan UMP sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 51/2023 tentang Perubahan PP No. 36/2021 tentang Pengupahan hanya ditujukan untuk pekerja dengan masa kerja satu tahun ke bawah.
Selain itu, jumlah tenaga kerja kurang dari satu tahun tergolong kecil, yakni hanya 1,9 juta orang. Sehingga kenaikan UMP di kisaran Rp100.000-Rp200.000 dianggap wajar.
“Kalau pekerja dengan masa kerja satu tahun ke bawah ya kita pahami kenaikan mungkin sebesar Rp100.000-Rp200.000,” kata Indah dalam Ngobrol Bareng Dirjen PHI dan Jamsos Kemenaker RI, di Kantor Kemenaker, dikutip Rabu (22/11/2023).
Adapun dalam laporan yang diberikan Kemenaker, kenaikan UMP 2024 terendah sebesar Rp35.750 sedangkan kenaikan tertinggi sebesar Rp223.280.
Indah menuturkan, adanya kebijakan UMP bertujuan untuk menjaga para pekerja dari jebakan kemiskinan akibat upah murah. Regulasi ini juga bertujuan menjaga daya beli pekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun, sehingga dapat berkontribusi pada perekonomian di wilayahnya masing-masing.
Baca Juga
Disamping itu, Indah menegaskan, fokus pemerintah adalah pada kelompok pekerja dengan masa kerja lebih dari setahun.
Menurutnya, kelompok ini harus dihargai sesuai dengan produktivitas dan kemampuan perusahaan sehingga kenaikan upah sekitar Rp1 juta-Rp2 juta sangat mungkin diberikan kepada pekerja dengan masa kerja di atas satu tahun.
Untuk itu melalui PP No.51/2023, pemerintah meminta semua mitra ketenagakerjaan untuk semakin serius dalam menerapkan upah berbasis produktivitas atau struktur skala upah yang jumlah pekerjaannya justru jauh lebih banyak.
Dalam beleid ini, terdapat ketentuan-ketentuan yang menyatakan bahwa Dewan Pengupahan baik Dewan Pengupahan Nasional maupun Dewan Pengupahan di daerah mempunyai peran untuk memonitor pelaksanaan upah berbasis produktivitas ini. Aturan teknisnya sendiri sudah tercantum dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No.1/2017 tentang Struktur dan Skala Upah.