Bisnis.com, JAKARTA – Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatatkan defisit sebesar US$1,5 miliar pada kuartal III/2023.
Meski demikian, defisit tersebut membaik dibandingkan dengan defisit pada kuartal II/2023 sebesar US$7,4 miliar. Perkembangan tersebut ditopang oleh defisit neraca transaksi berjalan dan transaksi modal dan finansial yang membaik.
Transaksi berjalan pada kuartal III/2023 tercatat defisit US$0,9 miliar atau 0,2% dari PDB, jauh lebih rendah dari defisit US$2,2 miliar atau 0,6% dari PDB pada kuartal sebelumnya.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono menyampaikan bahwa neraca transaksi berjalan yang membaik didukung oleh perbaikan kinerja perdagangan barang dan jasa.
Surplus neraca perdagangan nonmigas tercatat meningkat, yang didukung oleh perbaikan permintaan beberapa komoditas ekspor, terutama besi dan baja, di tengah tren harga komoditas yang masih turun. Di sisi lain, defisit neraca perdagangan migas meningkat sejalan dengan kenaikan harga minyak dunia.
Perbaikan neraca transaksi berjalan juga ditopang oleh penurunan defisit jasa, didukung oleh peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara seiring dengan pemulihan sektor pariwisata yang terus berlangsung. Defisit neraca pendapatan primer juga menurun sejalan dengan pembayaran imbal hasil kepada investor asing yang lebih rendah.
Baca Juga
Sejalan dengan itu, kinerja transaksi modal dan finansial membaik, tercermin dari defisit US$0,3 miliar atau 0,1% dari PDB, jauh lebih rendah dari dengan defisit US$4,8 miliar atau 1,4% dari PDB pada kuartal sebelumnya.
Membaiknya defisit transaksi modal dan finansial didukung oleh berlanjutnya investasi langsung seiring tetap terjaganya persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi domestik. Investasi lainnya juga mencatat surplus dipengaruhi oleh penarikan utang luar negeri untuk pembiayaan kegiatan usaha korporasi.
Sementara itu, investasi portofolio mencatat peningkatan defisit sejalan dengan aliran modal keluar dari pasar saham dan obligasi sebagai dampak dari ketidakpastian pasar keuangan global yang meningkat di tengah aliran modal asing yang masuk ke Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyampaikan bahwa dengan kondisi neraca pembayaran yang membaik, meski masih mencatatkan defisit, kebijakan suku bunga acuan saat ini dinilai relatif cukup untuk menahan tekanan dari sisi eksternal.
Pada kuartal III/2023, Yusuf mengatakan tekanan dari sisi global sangat tinggi, terutama dipengaruhi oleh arah kebijakan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat, serta faktor lainnya, seperti tensi geopolitik yang meningkat dan sentimen yang terjadi di negara tertentu.
Beberapa instrumen baru yang dikeluarkan oleh BI dalam konteks untuk menjaga ketahanan eksternal dan nilai tukar rupiah menurutnya memang membutuhkan waktu sampai kemudian bisa berjalan atau bekerja secara optimal.
Dia mengatakan, meskipun BI sudah mengeluarkan instrumen baru, tetapi pada saat yang bersamaan nilai tukar rupiah sempat mengalami depresiasi yang terjadi hingga sempat menyentuh angka Rp16.000 per dolar AS.
“Selain faktor dan instrumen yang juga membutuhkan waktu untuk bisa memberikan dampak yang optimal, kemarin pelemahan rupiah tidak terlepas juga dari sentimen geopolitik yang memang terjadi saat itu,” katanya kepada Bisnis, Selasa (21/11/2023).
Lebih lanjut, Yusuf mengatakan sentimen yang sama bisa kembali terjadi ke depan, tetapi beberapa hal, termasuk proyeksi kebijakan suku bunga acuan bank sentral AS relatif sudah bisa diprediksi.
Dengan demikian, menurutnya, volatilitas di pasar keuangan akan lebih stabil jika dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Dengan asumsi ini, Yusuf mengatakan seharusnya kebijakan suku bunga BI saat ini relatif bisa atau mampu menjaga ketahanan eksternal.
“Kalaupun defisit neraca pembayaran terjadi sampai dengan kuartal keempat nanti, saya kira BI akan melihat terlebih dahulu bagaimana kemudian defisit ini mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah dan tidak akan terburu-buru menaikkan kembali suku bunga acuannya,” katanya.