Bisnis.com, JAKARTA - Berdasarkan data Bank Dunia, pada 2014, jumlah penduduk Indonesia mencapai 256,2 juta jiwa dan pada penghujung 2022, jumlah penduduk Indonesia mencapai 275,77 juta jiwa. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2023 terdapat sekitar 25,9 juta penduduk miskin di Indonesia atau sekitar 9,36% dari total penduduk Indonesia.
Seiring bertambahnya jumlah penduduk, perubahan dalam pembangunan perkotaan dan kepemilikan rumah menjadi faktor penting yang perlu dipertimbangkan ketika mencoba merespons tantangan kemiskinan yang sedang berlangsung di negara kita.
Oleh karena itu, pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana kepemilikan rumah dapat berperan dalam mengatasi masalah kemiskinan menjadi sangat penting, terutama di tengah perkembangan perkotaan yang juga membawa tantangan tersendiri dalam pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.
Kepemilikan rumah bukan hanya menggambarkan status ekonomi, tetapi juga bisa menjadi bagian dari solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tengah pertumbuhan penduduk dan perkembangan perkotaan yang dinamis.
Data dari Kementerian PUPR, pada 2023 sebanyak 12,7 juta (17%) penduduk Indonesia tidak memiliki rumah atau yang biasa disebut dengan backlog kepemilikan rumah. Setiap tahunnya, kebutuhan rumah di Indonesia mencapai 1,13 juta unit. Keterjangkauan harga rumah menjadi kendala utama. Masifnya kebutuhan akan rumah tidak selalu diikuti dengan kemampuan masyarakat untuk memiliki rumah.
Sejak 2010, Pemerintah telah mengalokasikan bantuan untuk program-program di sektor perumahan, salah satu nya melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebesar Rp108,5 triliun yang disalurkan kepada masyarakat melalui dana bergulir maupun Penyertaan Modal Negara (PMN).
Baca Juga
Namun, mengingat keterbatasan dukungan fiskal atau APBN, peran serta masyarakat juga diperlukan dalam pengadaan perumahannya. Pemerintah sebagai enabler dapat membantu dan memberdayakan masyarakat yang belum memiliki hunian yang layak atau belum memiliki rumah.
Salah satu rekomendasi kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah adalah dengan mengubah konsep bantuan sosial untuk masyarakat miskin yang dianggap sebagai charity menjadi pemberdayaan masyarakat. Pemerintah hendaknya meninjau kembali target masyarakat yang akan diberikan bantuan sosial berdasarkan tingkat kesejahteraan. Masyarakat dengan tingkat kesejahteraan terendah yang akan mendapatkan bantuan sosial, sedangkan masyarakat dengan tingkat kesejahteraan tertinggi diberikan program pemberdayaan masyarakat. Program pemberdayaan ini tentu saja ditujukan kepada masyarakat miskin usia produktif.
Berdasarkan data Susenas yang dirilis pada Maret 2022, jumlah penduduk miskin mencapai 26.160.783 jiwa. Dari total penduduk miskin tersebut, jumlah penduduk usia produktif (17—64 tahun) sebesar 15.102.401 jiwa atau sekitar 58%. Dari total jumlah penduduk miskin usia produktif tersebut, yang tinggal di perkotaan 6.809.936 jiwa dan tinggal di pedesaan 8.292.465 jiwa. Masyarakat miskin usia produktif inilah yang dapat dijadikan target atau prioritas utama dari program-program pemberdayaan pemerintah sehingga mereka dapat keluar dari garis kemiskinan atau mampu mendapatkan pekerjaan yang lebih baik/layak.
Program bantuan dari pemerintah yang dapat dimanfaatkan menjadi program untuk pemberdayaan masyarakat miskin produktif ini adalah melalui program subsidi motor listrik dan kartu Pra-Kerja. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan mengenai perluasan penerima program bantuan untuk pembelian motor listrik roda dua berbasis baterai.
Melalui program ini, masyarakat akan mendapat potongan harga Rp7 juta untuk pembelian satu unit motor listrik berbasis baterai roda dua. Pemerintah memberikan subsidi dengan membayar penggantian potongan harga atas pembelian motor listrik kepada perusahaan industri. Masyarakat yang ingin mendapatkan program bantuan pemerintah ini merupakan WNI berusia paling rendah 17 tahun.
Dalam hal ini, Pemerintah perlu menyediakan anggaran Rp47,67 triliun untuk subsidi pembelian KBL berbasis baterai roda dua (motor listrik) bagi 6,8 juta jiwa masyarakat miskin usia produktif di perkotaan. Pemerintah dapat menjadikan program bantuan subsidi tersebut sebagai pemberdayaan masyarakat miskin usia produktif yang tinggal di perkotaan dengan mendorong mereka menjadi pengemudi ojek online.
Penghasilan yang didapat dari pekerjaan tersebut kemudian dapat digunakan untuk membantu pembayaran cicilan motor listriknya. Penghasilan tersebut juga dapat digunakan untuk pembayaran cicilan atau sewa rumah susun subsidi yang sudah disediakan oleh pemerintah.
Jika bantuan subsidi tersebut dapat direalisasikan maka akan memberikan tambahan output sebesar Rp83,22 triliun. Dengan shock sebesar Rp47,67 triliun tersebut, maka PDB kita juga akan meningkat sebesar Rp44,37 triliun atau tumbuh 0,38%. Subsidi di sektor transportasi ini juga akan menyerap sebanyak 268.000 tenaga kerja baru.
Harapannya, pemerintah melalui program ini dapat mengurangi angka pengangguran, menurunkan tingkat kemiskinan serta mengurangi backlog perumahan.