Bisnis.com, JAKARTA - Pertumbuhan ekspor barang dan jasa pada emerging market dan developing economies diprediksi mengalami perlambatan pada 2023.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengutip data World Economic Outlook melaporkan, ekspor barang dan jasa diproyeksi tumbuh 0,1% pada 2023.
“Hal ini juga sudah tergambar di Indonesia,” kata Pudji dalam Rilis BPS, Rabu (15/11/2023).
Pudji mengatakan, berdasarkan series data nilai ekspor barang non-migas Indonesia, terlihat tren penurunan sejak akhir 2022. Adapun, hingga Oktober 2023, nilai ekspor non-migas turun 12,74%.
Beberapa komoditas penyumbang penurunan nilai ekspor non-migas Indonesia secara kumulatif dibandingkan periode yang sama tahun lalu di antaranya adalah bahan bakar mineral, serta lemak dan minyak hewani/nabati.
Dia menuturkan, penurunan nilai ekspor kedua komoditas tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor harga komoditas khususnya batu bara dan minyak kelapa sawit.
Baca Juga
“Karena secara volume, volume agregat untuk bahan bakar mineral tercatat naik 10,40%, sedangkan volume agregat lemak dan minyak hewani/nabati tercatat naik 10,83%,” jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, BPS melaporkan ekspor Indonesia secara kumulatif atau sepanjang Januari hingga Oktober 2023 mencapai US$214,41 miliar. Nominal itu turun 12,15% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) yang tercatat sebesar US$244,06 miliar.
Jika diperinci, ekspor non migas mencapai US$201,25 miliar atau turun 12,74%, sedangkan ekspor migas mencapai US$13,16 miliar atau turun 2,06%. BPS menyebut penurunan nilai ekspor non-migas secara kumulatif terjadi di seluruh sektor.
“Penurunan terdalam ekspor non migas dialami sektor pertambangan dan lainnya yaitu sebesar 20,80%,” ujar Pudji.
Penurunan ini, lanjutnya, sejalan dengan penurunan harga komoditas pertambangan di pasar global secara tahunan.