Bisnis.com, JAKARTA- Asosiasi Industri Aromatik Olefin dan Plastik (Inaplas) meminta pemerintah untuk memasukkan barang plastik jadi ke dalam rencana pengetatan impor. Sejauh ini, pengusaha menilai pasar dibanjiri produk plastik jadi impor.
Sekjen Inaplas Fajar Budiono mengatakan banjir impor barang plastik jadi mulai menggerogoti industri hilir hingga utilitasnya yang kini berada di bawah 50%.
"Yang paling signifikan adalah di industri hilir nya yang memproduksi barang jadi, itu sudah di bawah 50%. kalau intermediate [industri antara] masih 60-70%," kata Fajar kepada Bisnis, Selasa (7/11/2023).
Dia pun meminta beberapa kode Harmonized System (HS) barang plastik menjadi salah satu komoditas yang impornya juga diperketat melalui kebijakan pengawasan import border.
Menurut Fajar, kebijakan larangan dan pembatasan (lartas) impor border menjadi barrier untuk melindungi sekaligus meningkatkan utilitas industri nasional.
"Itu kami coba ajukan dimasukkan ke dalam wacana pengetatan ini, jadi beberapa HS number kalau di plastik itu di atas 100 yang akan dimasukkan ke dalam perlindungan pengetatan impor," ujarnya.
Baca Juga
Adapun, dia menerangkan kondisi industri bahan baku plastik utilitasnya di bawah 70%, kemudian industri antara 60-70% dan industri hilir barang plastik 50%. Beberapa produk yang mulai susut seperti terpal plastik hingga karung semen.
Adapun, utilitas pabrik bahan baku di mana porsi impornya mencapai 55% saat ini utilitasnya masih di level 70%. Adapun, kapasitas produksi untuk pabrikan hulu dikisaran 2,4-2,6 juta ton untuk bahan polimer seperti Polyethylen (PE), Polyprphylene (PP), hingga Polyvinyl Chloride (PVC).
Sementara itu, Fajar menerangkan bahwa permintaan dalam negeri untuk bahan baku plastik tersebut mencapai 7 juta ton per tahun.
"Jadi impornya bisa berupa bahan baku, atau intermediate, atau barang jadinya. Kalau bahan bakunya sekitar hampir 2,5 juta juga impornya. Nah, 5 juta impor barang setengah jadi, dan barang jadi plastik 1 juta," pungkasnya.