Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Potensi PNBP Pemutihan Sawit di Kawasan Hutan Capai Triliunan

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memperkirakan potensi PNBP dari denda administratif kebun sawit dalam kawasan hutan bisa mencapai triliunan.
Foto aerial kebun kelapa sawit milik Genting Plantations Bhd. di Johore, Malaysia, Kamis (14/11/2019)./Bloomberg-Joshua Paulrn
Foto aerial kebun kelapa sawit milik Genting Plantations Bhd. di Johore, Malaysia, Kamis (14/11/2019)./Bloomberg-Joshua Paulrn

Bisnis.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Hendroyono memperkirakan potensi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari denda administratif kebun sawit dalam kawasan hutan bisa mencapai triliunan rupiah. 

Adapun penyelesaian sawit dalam kawasan hutan terbagi dalam dua tipologi yang diatur dalam pasal 110 A dan Pasal 110 B Undang-undang No.11/2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) dengan luasan mencapai 3,37 juta hektare.

Pasal 110 A mengatur kebun kelapa sawit yang telah beroperasi dan mempunyai izinnusaha perkebunan (IUP) dan sesuai tatar ruang pada izin diterbitkan, namun statusnya berada dalam kawasan hutan produksi, kawasan hutan lindung dan kawasan hutan konservasi. 

Sedangkan pasal 110 B mengatur penyelesaian kebun kelapa sawit yang telah beroperasi dalam kawasan hutan produksi, kawasan hutan lindung, dan kawasan hutan konservasi namun tidak mempunyai perizinan di bidang kehutanan alias ilegal.

"Ya kalau kita hitung sekitar, misalnya dapat 1 juta hektare [denda kebun sawit dalam tipologi pasal 110 A], kalikan saja Rp6 juta per hektare, dapat Rp6 triliun," ujar Bambang saat ditemui di Kantor Ombudsman, Selasa (31/10/2023).

Namun, Bambang menegaskan, realisasi PNBP nantinya akan tergantung luasan tanaman sawit yang masuk dalam kawasan hutan. Dia menyebut, 90% lahan sawit di kawasan hutan telah mengurus izinnya untuk pelapasan status kawasan hutan. Adapun pengajuan izin dari kebun sawit swasta, kata Bambang, tercatat sebanyak 1,67 juta hekatare untuk tipologi pasal 110 A dan pasal 110 B.

Bambang mengatakan, untuk kebun sawit tak berizin yang masuk dalam pasal 110 B dan berada dalam kawasan hutan lindung dan hutan konservasi diwajibkan membayar denda administratif dan biaya pemulihan lahan. Biaya pemulihan untuk mengembalikan ekosistem lahan menjadi hutan lindung dan konservasi nantinya diberikan pelaku usaha kepada pemerintah baik daerah maupun pusat untuk pelaksanaan konservasinya.

"Ketika dia bayar denda dia juga harus membayar pemulihan ekosistem, teknisnya yang kerjakan di mana kewenangan di situ, kalau hutan konservasi ya kementerian. Pemerintah yang mengelola, mereka setor, lalu penanganan keuangan negara nantinya untuk APBD atau APBN bisa diatur," bebernya.

Manajer Kampanye Hutan dan Kebun, Walhi Nasional, Uli Artha Siagian menegaskan, pemerintah perlu memastikan pengenaan denda bisa dipenuhi oleh seluruh perusahaan. Pemerintah harus tegas ihwal sanksi denda administratif tersebut.

"Harus dipastikan juga denda itu bisa digunakan untuk pemulihan hutan akibat aktivitas kebun sawit ilegal," ujar Uli saat dihubungi.

Uli memandang, pengenaan sanksi denda tidak cukup untuk membenahi perkebunan sawit di dalam kawasan hutan. Perlu diikuti penegakan hukum lainnya seperti sanksi pidana.

"Kalau denda ini juga tidak tertagih dengan baik dan juga tidak diarahkan pada pemulihan lingkungan maka dia [denda] tidak akan bermanfaat sama sekali," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dwi Rachmawati
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper